PENGUNJUNG YANG BAIK SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR

Strategi Siswa Agar Kreatif

Beberapa Langkah-langkah Strategi agar siswa Kreatif adalah sebagai berikut :
Strategi pertama adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Guru menurut strategi ini berperan sebagai fasilitator yang menolong para siswa untuk melakukan refleksi diri, diskusi kelompok, bermain peran, melakukan presentasi secara dramatikal, dan berbagai aktifitas kelompok lainnya. Guru juga berperan sebagai teman belajar, inspirator, navigator, dan orang yang berbagi pengalaman. Para siswa diberi kebebasan untuk memilih perspektif yang akan mereka gunakan untuk mempelajari suatu topik. Berbagai metode tersebut akan membuat para siswa berubah dari pendengar pasif menjadi observer, mampu menunjukkan kemampuannya, dan co-learner. Guru hendaknya juga memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memilih topik dalam berbagai tugas proyek individu atau kelompok. Melalui metode ini, kreatifitas ditimbulkan untuk mengeksplorasi berbagai ide yang dipandang menarik oleh para siswa. Collins dan Amabile (dalam Horng dkk., 2005) menyatakan bahwa motivasi intrinsik dan kreatifitas seorang siswa dapat ditingkatkan jika guru mmapu mendorong para siswa untuk mendiskusikan proses pembelajaran mereka yang secara intrinsik menyenangkan dan menggairahkan.


Strategi kedua adalah penggunaan berbagai peralatan bantu dalam pengajaran (multi-teaching aids assisstance). Guru-guru yang kreatif dan banyak akal menggunakan berbagai peralatan dalam mengajar, seperti penghancur kertas, kotak mainan, palu, naskah tulisan para siswa, power-point, komputer, dan peralatan multimedia untuk menggairahkan para siswa dalam berfikir, memperluas sudut pandangnya, dan memicu diskusi yang lebih mendalam. Tan (dalam Horng dkk., 2005) mengemukakan bahwa video terbukti efektif untuk meningkatkan kreatifitas para siswa. Storm dan Storm (dalam Horng dkk., 2005) juga menyatakan bahwa pelajaran yang difasilitasi oleh penggunaan video akan menjadi lebih atraktif, menarik, dan lebih mudah diingat oleh para siswa. Mata pelajaran juga akan lebih atraktif dan menstimulasi pada saat menggunakan komputer, transparansi, slide show, dan berbagai peralatan multimedia lainnya. Selain itu, keahlian penggunaan komputer merupakan prasyarat bagi guru yang kreatif dan akses terhadap sumber-sumber pendidikan yang berlimpah di internet.


Strategi ketiga adalah strategi manajemen kelas (class management strategies). Strategi ini mencakup pembuatan iklim interaksi antara guru dan siswa yang bersahabat dan memperlakukan siswa dengan menghormati berbagai kebutuhan dan individualitasnya. Guru diharapkan mampu berbicara dengan nada dan bahasa tubuh yang ramah (gentle) kepada para siswanya. Guru diharapkan juga tidak menginterupsi atau menghakimi secara tergesa-gesa pada saat para siswa mengekspresikan ide-idenya. Guru diharapkan mampu memberikan bimbingan, pertanyaan terbuka yang lebih banyak, atau menyampaikan pengalaman pribadinya sebagai referensi. Humor yang digunakan guru di dalam kelas dapat menjadi jembatan penghubung antara guru dan siswa, serta menyediakan lingkungan belajar yang santai.


Berbagai penelitian yang dilakukan di seluruh dunia (dalam Horng dkk., 2005) menunjukkan bahwa lingkungan belajar merupakan kunci untuk pembelajaran yang kreatif. Keterampilan untuk membuat interaksi bersahabat dengan siswa merupakan kualitas yang penting dari seorang guru yang kreatif. Guru yang mengajari siswanya untuk kreatif seharusnya juga mempercayai bahwa siswanya memiliki kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri, berfokus pada komunikasi dan semangat demokratis, serta menolong siswanya untuk mengembangkan berbagai kelebihan individualitasnya.


Petrowski (dalam Horng dkk., 2005) mengemukakan beberapa prinsip untuk membangun lingkungan pembelajaran yang kreatif. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: (a) menyediakan kesempatan untuk memilih dan mengetahui berbagai kemungkinan yang ada, (b) mendukung berbagai usaha untuk berbuat atau menciptakan, dan (c) mengimplementasikan strategi manajemen kelas yang tepat.


Strategi keempat untuk meningkatkan kreatifitas para siswa adalah dengan menghubungkan isi pengajaran dengan konteks kehidupan nyata. Esquivel (dalam Horng dkk., 2005) mengemukakan bahwa para siswa menyukai pelajaran yang berhubungan dengan berbagai peristiwa kehidupan nyata. Guru yang mampu memberikan pelajaran sesuai dengan konteks nyata kehidupan berarti telah membagikan pengalamannya kepada para siswa. Hal ini akan menjadi pemicu bagi para siswa untuk memberikan respon, berdiskusi, dan berfikir dalam tingkat tinggi.


Proses pengajaran yang terintegrasi akan menolong para siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam mengekspresikan dan merealisasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari, menemukan contoh dalam kehidupan nyata untuk membuktikan apa yang telah mereka pelajari, dan menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan berbagai pengalaman kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya memusatkan pada peningkatan keterampilan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan dengan membebaskan kreatifitas para siswa.


Strategi kelima adalah menggunakan pertanyaan terbuka dan mendorong para siswa untuk berfikir kreatif (open questions and encouragement of creative thinking). Pertanyaan-pertanyaan terbuka akan menggerakkan para siswa untuk berfikir kreatif. Esquivel (dalam Horng dkk., 2005) bahkan menyatakan bahwa pertanyaan terbuka merupakan karakteristik dari guru yang kreatif. Guru yang kreatif juga selalu mendorong siswanya untuk membuat dan berimajinasi dalam diskusi kelompok. Berbagai hasil penelitian (dalam Horng dkk., 2005) menunjukkan bahwa para guru dapat memberikan pengaruh yang lebih positif dengan mendorong para siswa agar ”menjadi kreatif”

Peran Guru di Kelas

Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, Usman dalam salah satu bukunya mengemukakan bahwa suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur murid dan sarana pembelajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Di sini, jelas sekali betapa pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya proses belajar-mengajar yang efektif pula.
Berdasarkan pendapat di atas, jelas betapa pentingnya pengelolaan kelas guna menciptakan suasana kelas yang kondusif demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran.
Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam menunjang proses pembelajaran yang optimal.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman
Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur.

Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan.
Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran

Model conference writing

Diantara berbagai masalah atau kesulitan siswa dalam keterampilan menulis ka-rangan yang merupakan kesulitan pokok adalah penyusunan kalimat efektif, penggunaan ejaan dan pungtuasi. Hal ini ditandai dengan tidak gramatikalnya atau tidak jelasnya maksud kalimat dalam karangan, pemakaian ejaan dan pungtuasi yang masih kurang tepat (Yeti Mulyati, 1999).
Kemudian sering kita lihat, siswa tidak dilibatkan dalam menilai (mengkritisi ) hasil karangan. Sehingga mereka kurang mendapatkan pengalaman langsung dalam ber-latih dan melihat kesalahannya sendiri, yang pada gilirannya mereka kurang terasah dan kurang peka dalam kemampuan menulis. Untuk itulah ditawarkan model conference writing dalam pembelajaran menulis karangan, agar pembelajarannya menjadi kompre-hensif, simultan, interaktif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, dengan harapan ke-mampuan menulis karangan siswa menjadi lebih meningkat
Bagaimanakah model conference writing dapat meningkatkan kompetensi menulis karangan
Definisi Operasional
Kesamaan pandangan dalam memahami sebuah masalah dalam penelitian amat diperlukan. Untuk keperluan itu, di sini perlu dikemukakan definisi-definisi operasional sebagai berikut :
1. Menulis karangan adalah suatu proses kegiatan seseorang yang hendak mengungkapkan buah pikiran dan perasaannya kepada orang lain atau dirinya sendiri dalam bentuk tulisan (I. K. Natia, 1994).
2. Kompetensi adalah kemampuan menguasai gramatikal suatu bahasa secara
abstrak atau batiniah (KBBI, 2002).
3. Conference writing adalah strategi menulis bersama (kelompok) dengan melakukan kegiatan saling merespon, menyunting, mengecek dan mempre-
sentasikan/mempublikasikan hasil karangan.
Model Conference Writing
Sebagai aktifitas, sekurang-kurangnya terdapat empat unsur dalam menulis, yaitu
penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran tulisan, dan pembaca se-bagai penerima pesan. Ditinjau dari keempat unsur aktifitas tersebut, menulis pada haki-katnya adalah sebuah proses. Oleh karena itu, sebuah tulisan tidak dapat ditulis sekali jadi, tetapi melalui proses dan tahapan.
Menurut Hairstone seperti dikutip oleh Barokah Santoso (BPG, 2003) proses a-tau tahapan menulis itu terdiri dari empat yaitu, yaitu (1) tahap persiapan (preperation stage), (2) tahap inkubasi (incubation stage, (3) tahap pencerahan dan pelaksanaan (illu-mnination and execution stage), dan (4) tahap verifikasi (verification stage).
Pada tahap persiapan, seorang penulis berusaha menggali dan memperluas peng-alamannya. Pengalaman bukan hanya berarti fisik, seperti pengalaman perjalanan, ber-wisata, dan sebagainya, melainkan juga bersifat psiokis, seperti membaca buku, berdis-kusi, mendengarkan ceramah, dan sebagainya. Jika usaha menggali dan memperkluas pengalaman ini sudah dilakukan, seorang penulis akan memulai mengidentifikasi per-soalan, memilih topik, dan membatasi topik yang akan ditulisnya. Sekaligus penulis a-kan menentukan tujuan dan memikirkan sejumlah strategi pengumpulan bahan untuk tu-lisannya.
Tahab inkubasi merupakan tahapan bahwa seorang penulis merenung dan memi-kirkan terus-menerus tentang tulisannya. Dengan kekuatan sadar dan bawah sadar, penu-lis memproses, mengevaluasi, menyeleksi, dan menggabung-gabungkan atau menghu-bung-hubungkan semua informasi untuk tulisannya.
Pada tahap pencerahan dan pelaksanaan, penulis menyusun ide-ide pokok untuk tulisannya dalam bentuk kerangka tulisan (out line). Setelah itu penulis mulai mengem-bangkan tulisannya dalam bentuk buram (draft).
Pada tahap akhir yakni tahap verifikasi, penulis mengadakan pengecekan ulang terhadap tulisannya, dari organisasi tulisan, konsistensi alur pikiran atau penalaran, hing-ga penggunaan bahasa dan ejaan. Pada tahap verifikasi ini, penulis mengedit keseluruh-an tulisannya

Tahap-Tahap Perkembangan Anak

Secara khusus, perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap fantasi (magical stage)
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berpikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balikan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama, guru dapat memberikan atau menunjukkan model/contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak.

2. Tahap pembentukan konsep diri (self concept stage)
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan.
Pada tahap kedua, orang tua atau guru memberikan rangsangan dengan jalan membacakan sesuatu pada anak. Guru hendaknya memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak. Orang tua atau guru juga hendaknya melibatkan anak membacakan buku.

3. Tahap membaca gambar (bridging reading stage)
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalinya serta sudah mengenal abjad.
Pada tahap ketiga, guru membacakan sesuatu pada anak-anak, menghadirkan berbagai kosa kata pada lagu dan puisi, memberikan kesempatan sesering mungkin.

4. Tahap pengenalan bacaan (take-off reader stage)
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (fraphoponic, semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan.
Pada tahap keempat guru masih harus membacakan sesuatu pada anak-anak sehingga mendorong anak membaca suatu pada berbagai situasi. Orang tua dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.

5. Tahap membaca lancar (independent reader stage)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca. (DepDikNas, 2000 : 7 – 8).

Untuk memberikan rangsangan positif terhadap munculnya berbagai potensi keberbahasaan anak diatas maka permainan dan berbagai alatnya memegang peranan penting. Lingkungan (termasuk didalamnya peranan orang tua dan guru) seharusnya menciptakan berbagai aktifitas bermain secara sederhana yang memberikan arah dan bimbingan agar berbagai potensi yang tampak akan tumbuh dan berkembang secara optimal

Teknik Menulis Cerpen

Teknik Menulis cerita pengalaman yang mengesankan merupakan langkah awal dalam pengembangan unsur fiksi, dengan berpedoman pada kekronologisan peristiwa yang telah ditetapkan. Keterampilan menulis khususnya menulis cerpen bukanlah masalah yang ringan. Hal ini membutuhkan kerja sama untuk saling koreksi agar dapat meningkatkan keterampilan menulis dan membaca. Sebagai konsekwensinya, sastra dan pemahaman terhadapnya bukan saja memberikan kesempatan kepada orang lain menikmatinya dalam beberapa jam, menghindarkan dari kerumitan hidup dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Karya sastra memungkinkan kita turut berpartisipasi seolah-olah mengalami sendiri apa-apa yang dialami orang lain dalam dunia fiksi. Menemui dan mengalami dunia fiksi ini dapat menambah serta memperkaya pemahaman kita akan dunia nyata. Cara-cara yang baik untuk mengembangkan selera sastra kita sendiri, meningkatkan kemampuan kritis, dan belajar menggunakan sastra sebagai pengalaman manusiawi dengan jalan menulis kritis.
Bahan dasar menulis cerpen adalah tema. Tema adalah ide yang mendasari sebuah cerita. Secara umum tema dibedakan menjadi tiga : (1) estetis, yakni tema yang berisikan tentang keindahan baik secara fisik atau psikis, (2) etis, yakni tema yang berkaitan dengan identifikasi yang ada di masyarakat. (3) religius, yakni tema-tema yang berbahu ke-Tuhanan, perlu dialami bahwa pembagian tersebut bukan merupakan “Karya mati”.
C. Teknik Menulis Cerpen
Untuk membangkitkan selera siswa agar suka menulis, diperlukan adanya kerjasama yang baik untuk tukar pendapat dalam mengembangkan ide-idenya.
1.Siswa diberi kebebasan mengungkapkan pengalaman yang paling berkesan.
2.Menentukan tema dan alur cerita.
3.Mengembangkan ide-ide cerita.
4.Mendiskusikan hasil tulisan dengan memperhatikan :
a.Ketepatan menggunakan pilihan kata, pemakaian bahasa, dan ejaan yang digunakan.
b.Keruntutan alur cerita yang digunakan untuk mengembangkan cerita yang ditulis.

Contoh RPP Berkarakter SD

Pada intinya RPP Berkarakter lebih menekankan pada suatu proses dalam pembelajaran yaitu Landasan eksplorasi,Elaborasi,konfirmasi.
Ciri-ciri pembelajaran berbasis eksplorasi :
(1) Melibatkan peserta didik mencari informasi (topic tertentu),
(2) Menggunakan beragam pendekatan ,media dan sumber belajar,(
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik.
Ciri-ciri pembelajaran berbasis Elaborasi : (1) Membiasakan peserta didik untuk membaca dan menulis yang beragam melalui tugas tertentu,(3) Memfasilitasi peserta didik untuk memunculkan gagasan baru melalui pemberian tugas, (4) Memberi kesemptan siswa untuk berpikir,menganalisa,menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut.,(5) kooperatif,(6) berkompetisi secara sehat, (7) Membuat laporan.
Ciri-ciri pembelajaran berbasis konfirmasi : (1) Guru memberi umpan balik positip terhadap hasi belajar anak didik,(2) Guru memberi konfirmasi hasil eksplorasi peserta didik, (3) Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk merefleksi pengalamn belajarnya. berikut contoh RPP Berkarakter Kelas 5 SD : kali ini saya hanya akan menampilkan kegiatan pembelajaran saja, untuk yang lain tidak jauh berbeda dengan RPP biasa.

E.Langkah – Langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
a.Pendahuluan
Untuk memotivasi siswa, guru menggambar atau menunjukkan bangun ruang kubus dan bertanya jawab bagaimana bentuk kubus.
b.Kegiatan inti
1. Eksplorasi
-Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan tugas.
-Tiap kelompok melaporkan tugas yang telah dilaksanakan.
-Guru menyajikan materi tentang cara menentukan volume kubus.
2. Elaborasi
-Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing – masing kelompok melaksanakan tugas.
-Guru menyediakan kotak yang berbentuk kubus dan balok.
-Tiap kelompok mengambil kotak – kotak kecil untuk disusun menjadi sebuah kubus ataupun balok.
-Tiap kelompok membacakan hasil kerja kelompok untuk mendapat tanggapan dari kelompok lain.
3. Konfirmasi
-Guru memberikan penghargaan pada kelompok terbaik berupa ucapan selamat secara langsung.
-Menanyakan pada siswa hal – hal yang telah dipahami atau yang belum dipahami oleh anak.
-Memberikan tugas / PR kepada siswa.
-Memberi bimbingan pada siswa yang belum mampu mencapai tujuan pembelajaran indikator atau KKM yang ditetapkan.
c.Penutup
-Penilaian
-Refleksi
Pertemuan Kedua
a.Pendahuluan
-Guru memberikan pertanyaan tentang materi yang lalu yaitu tentukan volumenya rusuk sebuah kubus 12 satuan.
-Guru membahas yang berhubungan dengan materi.
b.Kegiatan inti
1. Eksplorasi
-Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan tugas.
-Masing – masing kelompok melaporkan hasil tugasnya.
-Guru menyajikan materi pelajaran.
2. Elaborasi
-Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.
-Guru menyediakan kertas untuk menggambar bangun balok.
-Tiap kelompok mengerjakan tugas sesuai dengan ukuran masing – masing.
-Masing – masing kelompok membacakan hasil kerja kelompok untuk dikumpulkan.
3. Konfirmasi
-Guru memberi penghargaan pada kelompok terbaik dengan ucapan selamat.
-Menanyakan pada siswa yang dipahami maupun yang belum dipahami.
-Memberikan tugas / PR.
-Memberikan bimbingan khusus pada siswa yang belum mampu mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator atau KKM yang ditetapkan.
c.Penutup
-Penilaian
-Refleksi

Ketahanan Pribadi Siswa

Pada penelitian ini tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan ketahanan pribadi bagi siswa, sebab ditengarai banyak siswa yang kurang ulet dalam belajar matematika. Indikasi dari dugaan tresebut antara lain ; 1) belum mampu membebaskan diri dari keinginan menggantungkan diri dari pihak lain, misalnya kebiasaan siswa mencontoh hasil pekerjaan temannya, atau adanya siswa yang sering mengekor pendapat temannya, 2) belum memiliki jiwa dinamis, kreatif dan pantang menyerah, misalnya kebiasaan siswa kurang berani memulai suatu pekerjaan (kurang berani untuk mengambil keputusan walaupun beresiko).
Menurut (Soedarsono,S, 1999) secara esensial seseorang disebut memiliki ketahanan pribadi (keuletan) bila ia ;
-Memiliki rasa percaya diri dan berpegang teguh pada prinsip,
-Mampu membebaskan diri dari keinginan menggantungkan diri dari pihak lain,
-Mendambakan kebersamaan,
-Memiliki jiwa dinamis, kreatif dan pantang menyerah.
Siswa yang memiliki ketahanan pribadi yang tinggi akan berusaha menggunakan potensinya sendiri dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan dia malu apabila harus mencontoh hasil pekerjaan teman-temannya. Siswa akan lebih berani mencoba mengerjakan tugas-tugas (kelompok maupun individu) walaupun secara psikologis resikonya sangat besar menurut siswa, misalnya disalahkan, dicemooh, atau pandangan negatif lainnya.
Pada saat pembelajaran kelompok, siswa yang memiliki ketahanan pribadi tinggi akan lebih terbuka, berani bertanya, berani mengemukakan pendapat walaupun beresiko, misalnya diejek, dianggap sok tahu, dianggap bodoh dan lain-lain predikat negatif.
Apabila ketahanan pribadi yang tinggi ini sudah tertanam pada diri siswa, maka dapat dipastikan masing-masing siswa memiliki rasa tanggung jawab pribadi yang tinggi juga. Mereka akan dapat mengembangkan potensinya secara optimal sehingga diharapkan akan berdampak positif pada prestasi belajarnya.

Sistem pembelajaran ICARE

Konsep sistem ICARE yang diperkenalkan oleh Decentralized Basic Education (DBE) yang dikembangkan oleh United States Agency International Developmen (USAID) tahun 2006, mengemukakan suatu sistem pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta (siswa) dengan tahapan-tahapan pembelajaran sebagai berikut: (1) Introduce (Perkenalkan), pada tahap ini guru sebagai fasilitator memperkenalkan topik (tujuan pembelajaran) kepada siswa, kemudian guru sebagai fasilitator mencoba untuk menghubungkan topik pembelajaran dengan sesuatu yang menarik perhatian siswa, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dan pengalaman orang sehari-hari. (3) Apply (Terapkan), tahap ini sangat penting untuk siswa, karena siswa belajar menggunakan apa yang baru mereka pelajari. Sehingga siswa terlibat langsung dalam kehidupan nyata dengan mempraktikkan keterampilan-keterampilan yang baru. (4) Reflect (Refleksikan) , merupakan aktivitas melalui diskusi-diskusi kelompok dan catatan-catatan individu dalam jurnal (buku) pribadi siswa. (5) Extend (Perluaskan), tahapan yang terakhir ini secara eksplisit guru memperluas apa yang telah dialami dan dipelajari siswa, sehingga siswa akan mempraktikkan pengalaman belajarnya untuk bersosial dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan cara ini siswa akan mengungkapkan ide-ide atau pengalaman belajarnya. John Holt (1967) dalam Siberman ML (2006;26) menyatakan bahwa “Proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut: mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata mereka sendiri, memberi contohnya, melihat kaitannya antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain, menggunakan dengan beragam cara, memprediksikan sejumlah konsekuensinya dan menyebutkan lawan atau balikannya”.

Bahasa Inggris sistem ICARE

Setelah penulis membaca dan memahami beberapa strategi atau cara-cara bagaimana membelajarkan siswa yang aktif dan interaktif maka, penulis memilih salah satu strategi pembelajaran yang diperkirakan akan membuat siswa aktif dan interaktif mengungkapkan bahasa Inggris secara lisan yang berterima adalah sistem ICARE. Dengan sistem ICARE siswa akan menerapkan langsung komunikasi berdasarkan ide atau pengalaman belajar yang dimiliki, dengan demikian keterampilan siswa akan meningkat sebab seluruh siswa akan mempraktikkan bahasa lisan yang berterima selama proses pembelajaran.
Fenomena lain yang terkait di dalam membelajarkan siswa adalah guru belum terbiasa melakukan pembelajaran secara kreatif dan inovatif dengan menggunakan sistem ICARE. Untuk itu selama proses pembelajaran cara-cara guru didalam menerapkan sistem ICARE perlu dikaji juga.
Di dalam standar kompetensi bahasa Inggris SMP memiliki beberapa wacana, salah satu wacana untuk kelas VII adalah monolog descriptive sederhana. Berikut ini adalah salah satu standar kompetensi keterampilan berbicara yaitu: “Mengungkapkan makna dalam monolog pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat dalam teks berbentuk descriptive dan procedure.” (Standar isi, 2006; 4). Terdapat dua monolog dalam standar kompetensi pada keterampilan berbicara di atas, yaitu monolog descriptive dan procedure, wacana yang dipilih oleh penulis adalah monolog descriptive karena monolog descriptive struktur tatabahasa yang digunakan wacana ini lebih sederhana. Karena penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil maka dipilih bahasan monolog descriptive dengan menggunakan model pembelajaran ICARE

Kesulitan Lisan Bahasa Inggris

Kesulitan paling esensi yang penulis alami ketika membelajarkan siswa bahasa Inggris adalah bagaimana cara membelajarkan siswa untuk mengungkapkan bahasa tersebut secara lisan dan berterima. Pada umumnya siswa kurang mampu mengungkapkan bahasa lisan walaupun mereka telah mengalami pembelajaran dalam beberapa bahasan pada siklus lisan. Beberapa cara sudah penulis lakukan antara lain menambahkan waktu belajar khusus berbicara pada setiap hari sabtu melalui ekstrakurikuler conversation, siswa diberi tugas untuk belajar menggunakan bahasa lisan di sekolah atau di rumah secara berkelompok tetapi hasilnya masih kurang memuaskan karena masih 40% siswa belum terampil mengungkapkan bahasa Inggris secara lisan. Sedangkan 60% lainnya hanya mampu mengungkapkan dengan frekuensi rata-rata dua sampai dengan tiga kalimat saja dan dengan cara menghafalkan tulisan. Inilah fenomena kesulitan yang dialami oleh penulis di dalam membelajarkan siswa di sekolah.
Ketika penulis membaca buku Percikan Perjuangan Guru karya Profesor Surya yang menyatakan tentang perubahan paradigma guru pada abad ke 21, salah satu pernyataannya mampu menyadarkan penulis untuk berkreasi didalam membelajarkan siswa dengan cara yang kreatif, pernyataan tersebut tertulis sebagai berikut: “Guru akan lebih tampil tidak lagi sebagai pengajar (teacher) seperti fungsinya menonjol saat ini, melainkan sebagai: pelatih, konselor, manajer belajar, partisipan, pemimpin, dan pelajar ”, (Surya,2003:334). Lebih mendalam dan rinci pada buku tersebut dijelaskan sebagai berikut: Pada kata pelatih dimaksudkan guru adalah seperti pelatih olah raga yang banyak membantu siswa dalam permainan (game of learning), membantu siswa menguasai alat belajar, memotivasi untuk kerja keras, bekerjasama dengan siswa yang lain. Sebagai konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan bagi pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban. Struktur kelas, perlu ditata agar terjadi school within school dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok dalam bimbingan guru. Sebagai manajer, guru akan bertindak seperti manajer perusahaan, membimbing siswa belajar, mengambil prakarsa, ide-ide terbaik yang dimilikinya, namun disisi lain guru merupakan bagian dari siswa yang ikut belajar bersama mereka sebagai pelajar. Guru juga belajar dari teman seprofesinya melalui model team teaching. Pernyataan bijak di atas tentunya perlu diteladani dan dimaknai, artinya guru sebagai pengelolah pembelajaran harus selalu kreatif dan inovatif dalam menentukan stategi pembelajaran yang dapat membantu dan mempermudah siswa dalam belajar untuk mencapai kompetensi. Banyak strategi pembelajaran atau metoda yang ditawarkan agar siswa aktif dan kreatif yang seperti Quantumn Learning, Accelerated Learning, Cooperative Learning, Contextual Teaching and Learning dan sebagainya.

Meningkatkan Tanggungjawab Individu dalam Kelompok Belajar

Bertanggungjawab artinya mengakui akuntabilitas, pengaruh dan peran individu akan terciptanya sebuah situasi dimana individu berada.ini berarti individu bertanggungjawab terhadap perilakunya,dan menerima sepenuhnya konsekuensi apapun yang diakibatkan oleh perbuatannya. Tanggungjawab mengisyaratkan proses pembentukanmakna(Authorship), Tanggungjawab membawa pada pembebasan pengakuan kebenaran dan tidak melarikan diri dari kesalahan,dan akan membawa individu untuk melangkah lebih lanjut kepada kebaikan yang lebih besar.(Elizabeth Kubler dalam Ross , 1989). Tanggung jawab adalah pelajaran kedewasaan yang utama, individu yang menerima tanggungjawab berusaha mewujudkan sesuatu dalam situasi tertentu yang berbeda, dimana individu bisa berbangga karenanya. (Rosser,1984:445)
Bertanggungjawab adalah kesediaan individu menerima sejumlah tugas, kemudian melaksanakan tugas yang telah disepakati antara pemberi tugas dan penerima tugas, berkonsultasi kepada pemberi tugas jika menghadapi masalah atau menemui masalah ketika menjalankan tugasdan melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pemberi tugas serta kesanggupan bekerjasama dengan pemberi tugas demi keberhasilan tugas yang disepakati bersama ( Carl R. Rogers,1981 :185)
Kelompok belajar adalah berkumpulnya dua individu atau lebih yang mengadakan aktivitas belajar. ( D. Ausubel, 1992)
Ada lima elemen penting yang harus ada dalam suatu kelompok belajar antara lain:
1.Interdependent yang positif (perasaan kebersamaan).
2.Interaksi face-to-face atau tatap muka saling mendukung (saling membantu saling menghargai, memberikan selamat dan merayakan sukses bersama).
3.Tanggungjawab individu dan kelompok (demi keberhasilan pembelajaran)
4.Kemampuan komunikasi antar pribadi dankomunikasi dalamkelompok kecil ( komunikasi, rasa percaya, kepemimpinan, pembuatan keputusan dan manajemen serta resolusi konflik ).
5.Pemrosesan secara kelompok ( melakukan refleksi terhadap fungsi dan kemampuan mereka bekerjasama sebagai suatu kelompok,dan bagaimana untuk mampu berprestasillebih baik lagi).
Usaha-usaha yang harus diperhatikan agar kelompok belajar lebih efektif:
1.Pengelompokan harus memperhatikan level kemampuan, karakter, style Belajar, dan heterogenitas agar terjadi pelatihan silang(cross-training).
2.Jumlah anggota kelompok harus desuai dengan materi bahasan dan waktu pengerjaan. Jumlah ideal anara 3 – 5 orang tiap kelompok.
3.Kelompok belajar harus diterapkan secara konsisten dan sistematik dengan memperhatikan, stamina individu anggota kelompok, frekuensi, privasi, Dan daya asimilasi materi pembelajaran setiap individu dalam kelompok .
Ada 3 macam pengelompokan dalam belajar, yaitu:
1.Kelompok Informal
Kelompok ini bersifat sementara, pengelompokan ini hanya digunakan dalam satu periode pengajaran. Kelompok ini biasanya hanya terdiri dari dua orang siswa. Tujuan kelompok ini adalah untuk menjelaskan harapan akan hasil yang ingin dicapai , membantu siswa untuk lebih focus pada materipembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa secara lebih mendalam memproses informasi yang diajarkan atau menyediakan waktu untuk melakukan pengulangan dan menjangkarkan informasi.
2. Kelompok Formal
Kelompok ini digunakan untuk memastikan bahwa siswa mempunyai
Cukup waktu untuk menyelesaikan cukup waktu untuk menyelesaikan
Suatu tugas dengan baik,kelompok ini bisa bekerja beberapa hari atau bahkan beberapa minggu tergantung pada tugas yang diberikan kepada meraka.

3.Kelompok Pendukung
Kelompok pendukung adalah pengelompokan dengan tenggang waktu yang lebih panjang (misalnya satu semester atau satu tahun). Tujuannya adalah memberi suatu dukungan yang berkelanjutan antara satu dengan yang lainnya

Belajar Aktif Pendekatan Kuis Tim

Pendekatan kuis tim adalah salah satu bentuk atau bagian dari pembelajaran aktif yang mengedepankan kegiatan yang menyenangkan , menciptakan kreativitas- kreativitas baru, mengutamakan efektifitas dalam belajar, memobilisasi kelompok secara konsisten.
Belajar aktif adalah mengkaji gagasan, mendiskusikan gagasan,memecahkan masalah, mengambil kesimpulan dan menerapkan apa yang dipelajari dengan semangat dan menyenangkan ( Piaget dalam teoribelajar Ratna Wilis D,1988).
Montessori mengatakan bahwa, siswa akan belajar dengan sangat baik dari pengalaman konkret yang berlandaskan kegiatan yang menyenangkan dan berkesan dalam kebersamaan atau kegiatan kelompok yang saling mempengaruhi dan saling menghargai perbedaan individual serta menghargai beragamnya kecerdasan.
Belajar aktif melalui pendekatan kuis tim ini memiliki cirri khusus sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dengan suatu topic,
2.Pembentukan tim, untuk mengenal satu sama lain dalam menciptakan satu kerjasama dan kesalingtergantungan.
3.Pelibatan belajar secara langsung untuk menciptakan minat awal terhadap pelajaran.
4.Penilaian serentak untuk mempelajari sikap, pengetahuan, dan pengalaman siswa.Teknik-teknik ini digunakan untuk mendorong siswa untuk mengambil peran aktif sejak awal.
Teknik yang digunakan sebagai alternative dalam membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan ,ketrampilan secara aktif adalah sebagai berikut:
1.Proses belajar satu kelas penuh yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dipimpin oleh guru sebagai stimulator seluruh siswa.
2.Diskusi kelas yang yang mewadahi dialog dan debat tentang persoalan-persoalan yang muncul dalam presentasi kelompok.
3.Pengajuan pertanyaan oleh siswa dalam rangka meminta penjelasan atau penguatan konsep pemahaman topic.
4.Kegiatan belajar kolaboratif untuk penyelesaian tugas secara bersama-sama dalam kelompok kecil.
5.Pengajaran oleh teman sekelas dalam rangka tukar menukar informasi dan penjajakan pengetahuan dengan sistim among.
6.Kegiatan belajar madiri, yakni aktifitas belajar yang dilakukan di dalam kelompok tersebut untuk meningkatkan tanggung jawab individu terhadap apa yang telah mereka pelajari dan pahami.
7.Kegiatan belajar aktif dan partisipatif, yakni kegiatan yang membantu siswa dalam memahami perasaan, nilai-nilai dan sikap mereka
8.Pengembangan ketrampilan,mempelajari dan mempraktekan ketrampilan baik secara teknis maupun non teknis.

Matematika Mudah Dipahami

Pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Matematika agar Mudah Dipahami Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode “chalk and talk” guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas (Somerset, 1997 dalam Sodikin, 2004:1).
Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan sebagai aktivitas utama yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.
Kondisi di atas tampak lebih parah pada pembelajaran geometri. Sebagian siswa tidak mengetahui mengapa dan untuk apa mereka belajar konsep-konsep geometri, karena semua yang dipelajari terasa jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Siswa hanya mengenal objek-objek geometri dari apa yang digambar oleh guru di depan papan tulis atau dalam buku paket matematika, dan hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk memanipulasi objek-objek tersebut. Akibatnya banyak siswa yang berpendapat bahwa konsep-konsep geometri sangat sukar dipelajari (Soedjadi, 1991 dalam Sodikin 2004:2).
Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sulit difahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, siswa kurang memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
Dalam mengajarkan matematika, Matematika agar Mudah Dipahami sebaiknya diusahakan agar siswa mudah memahami konsep yang ia pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk mempelajarinya. Jika sekiranya diperlukan media atau alat peraga yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.
Dari pengalaman peneliti dalam memberikan pembelajaran matematika kepada siswa selama ini, sebagian besar siswa sulit memahami materi dimensi tiga, khususnya tentang irisan bidang dengan bangun ruang. Meskipun peneliti sudah berupaya membimbing siswa dalam memahami konsep irisan bidang dengan bangun ruang dengan cara menunjukkan sketsa gambar, namun hasil belajar siswa belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu masih banyak siswa yang nilainya kurang dari standar ketuntasan belajar minimal.
Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980:134) menyatakan bahwa setiap konsep matematika dapat difahami dengan mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasasarkan intuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep matematika dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit. Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda kongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya disebut sebagai alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran ini digunakan dengan maksud agar anak dapat mengoptimalkan panca inderanya dalam proses pembelajaran, mereka dapat melihat, meraba, mendengar, dan merasakan objek yang sedang dipelajari

Strategi Injeksi

Untuk dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, dan mendorong siswa selalu aktif dan kreatif dalam belajar, maka perlu strategi yang tepat. Strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan strategi Injeksi.
Strategi Injeksi merupakan strategi pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk memberikan terapi atas kemalasan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Tehnik ini diberikan dengan jalan memberikan tugas-tugas tambahan yang harus dilakukan oleh siswa apabila dalam proses belajar mengajar ada siswa yang malas atau kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Tugas-tugas ini diharapkan dapat memberikan kejutan kepada siswa yang malas, sehingga berusaha dengan cepat untuk dapat menyesuaikan diri dengan teman-temannya yang lain. Dampak strategi ‘Injeksi’ ini adalah siswa akan selalu berusaha untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut, ingin menindaklanjuti dengan melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Strategi ‘Injeksi’ Dapat Meningkatkan Aktifitas Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas ....................., Kabupaten .................”"Apakah penerapan strategi Injeksi dapat meningkatkan aktifitas belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa kelas .............., Kabupaten ............."
Kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan strategi ‘Injeksi’ yang dilaksanakan dengan baik, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, menuntut persiapan belajar yang memadai baik oleh guru maupun siswa. Setiap guru harus sudah siap dengan berbagai tugas-tugas yang akan diberikan pada saat ada siswa yang kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan persiapan yang matang dari guru, maka pelaksanaan strategi ‘Injeksi’ akan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.
Kesiapan guru tidak banyak berarti jika tidak diimbangi dengan kesiapan siswa dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Dengan berbagai permasalahan yang telah disiapkan oleh guru, akan memaksa siswa untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembelajaran. Agar siswa dapat secara aktif dan kreatif dalam mengi-kuti proses pembelajaran, maka setiap siswa dituntut untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Persiapan yang dimaksud adalah menyiapkan berbagai sumber yang dapat mendukung pemecahan masalah yang sedang dibahas, maupun persiapan diri atau mental dari setiap siswa dalam mengikuti belajar mengajar.
Jika setiap siswa selalu mempersiapkan diri dengan baik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, hal ini merupakan bukti bahwa partisipasi siswa semakin meningkat. Peningkatan partisipasi juga peningkatan aktifitas belajar siswa. Peningkatan partisipasi yang disertai dengan persiapan diri siswa sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran, maka dapat dikatan bahwa motivasi belajar siswa juga semakin meningkat. Dengan motivasi yang semakin tinggi, akan membuat siswa selalu siap dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Apabila kegiatan belajar mengajar selalu diikuti dengan baik, diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Peningkatan prestasi belajar ditandai dengan meningkatnya jumlah nilai yang diperoleh oleh siswa pada saat dilakukan evaluasi.
Dengan demikian apabila kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunkan strategi ‘Injeksi’, yang dipersiapkan secara matang dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, maka akan dapat memberikan terapi pada anak untuk secara aktif mengikuti kegiatan belajar mengajar. Aktifitas belajar yang semakin meningkat juga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Teori dan Definisi Belajar

Pengertian belajar sangat kompleks, sehingga sulit dirumuskan secara pasti tentang belajar. Definisi tentang belajar sangat tergantung pada teori yang dipakai. Ada beberapa ahli yang mengemukakan batasan tentang belajar, antara lain:
a.Ernest R. Hilgard dalam Soetomo (1993: 119) memberi batasan, “belajar adalah suatu proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan karena mereaksi terhadap suatu keadaan (karena adanya latihan)”.
b.HC Witherington dalam Soetomo (1993: 119) memberi batasan, “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatukan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.
c.Slameto (1991: 78) menyebutkan, “secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktifitas yang menimbulkan perubahan pada diri individu yang belajar dari belum mampu/tahu menjadi mampu/tahu, atau dapat diartikan merupakan penyempurnaan dari hal-hal yang pernah dipelajari.
Proses perubahan tingkah laku yang termasuk dalam pengertian belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.Perubahan yang terjadi secara sadar.
b.Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.
c.Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
d.Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
e.Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
f.Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Proses perubahan perilaku ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan dengan sengaja direncanakan dan ada yang dengan sendirinya karena terjadi proses kematangan. Namun perubahan yang terjadi karena proses kematangan, pertum-buhan dan perkembangan, tidak termasuk dalam pengertian belajar. Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut dengan proses belajar. Proses ini merupakan aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam inte-raksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan dan berbekas. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Hasil belajar yang berupa ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan yang lebih sederhana sampai kemampuan untuk memecahkan suatu masalah. Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi pada ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tersebut tidak tidak berdiri sendiri atau lepas satu sama yang lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Pengelompokkan ke dalam tiga ranah tersebut ber-tujuan untuk membantu usaha menguraikan secara jelas dan spesifik hasil belajar yang diharapkan.
Belajar merupakan sebuah kegiatan yang mengandalkan kegiatan proses, sehingga memiliki kesulitan-kesulitan tersendiri. Maka untuk dapat melakukan kegi-
atan belajar dengan baik, harus memperhatikan beberapa prinsip belajar, yaitu:
a.Bahwa belajar akan berhasil apabila memiliki kematangan untuk memperoleh instink dan belajar harus ada tujuan.
b.Dalam belajar, manusia sebagai organisme yang aktif akan bereaksi secara kese-luruhan pribadinya dan selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
c.Bahwa belajar makin lama makin luas diferensiasinya.
d.Belajar tidak mungkin terjadi tanpa ada kemauannya untuk belajar, dan motivasi akan menjadi dorongan yang menggerakkan seluruh organisme.
Belajar menghendaki adanya perubahan dalam setiap orang yang mela-kukan. Perubahan yang terjadi mencakup beberapa segi. Menurut Robert M. Cagne dalam Soetomo (1993: 127) menyebutkan ada delapan tipe-tipe belajar, yaitu:
a.Belajar oleh tanda (Signal learning)
Tanda atau sinyal dalam pengertian belajar yaitu berupa bunyi atau hasil penglihatan. Dengan adanya tanda sebagai rangsangan, maka seseorang akan dengan cepat melakukan reaksi.
b.Belajar rangsangan jawaban (Stimulus – Respon learning)
Belajar rangsangan jawaban terjadi secara perlahan dan bertahap, semata-mata sifatnya gerakan fisik, dan terjadinya perbuatan karena ada kerelaan untuk melakukan.
c.Belajar merangkaikan (Chaining learning)
Belajar merangkaikan merupakan semacam pengulangan dan pendalaman serangkaian rangsangan dan reson yang terjadi. Belajar ini terjadi dengan jalan menghubungkan rangsangan yang menghasilkan reaksi yang menjadi rangsangan dan diikuti dengan respon berikutnya.
d.Belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
Tipe belajar ini dilakukan dengan cara melihat dan memegang benda kemudian dikaitkan dengan nama bendanya. Peristiwa belajarnya terjadi dengan ungkapan verbal atau kata-kata.
e.Belajar membedakan (Discrimination learning)
Tipe belajar ini mengharuskan anak untuk mempelajari berbagai respon dari berbagai ragam stimulus. Siswa dituntut untuk membuat respon baru yang khusus sehingga bemar-benar berbeda dengan respon sebelumnya.
f.Belajar konsep (Concept learning)
Tipe belajar ini mengharapkan anak untuk memperoleh suatu pengertian atau pemahaman.
g.Belajar mendapatkan aturan (Rule learning)
Tipe belajar ini dilakukan dengan menghubungkan dua atau lebih konsep, untuk dicari hubungannya.
h.Belajar memecahkan masalah (Problem solving learning)
Tipe belajar ini merupakan tataran yang paling tinggi dari delapan tipe belajar tersebut. Belajar memecahkan masalah merupakan penerapan dari aturan-aturan atau prinsip yang ada.


2.Prestasi Belajar
Setiap kegiatan pembelajaran selalu memiliki tujuan. Tujuan yang diha-rapkan juga harus mengarah pada perubahan tingkah laku. Sehingga semua kegiatan instruksional selalu diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, dan kegiatan itu belum dapat dikatakan selesai atau berhasil sebelum dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sebagai wujud dari pencapaian tujuan pembelajaran bagi siswa adalah prestasi belajar. Poerwadarminta (1978: 768) menyatakan bahwa “prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu”. Hasil yang diperoleh siswa tidaklah sama antara yang satu dengan yang lain. Bagi yang mem-peroleh hasil yang baik maka dapat disebut prestasinya baik. Sedangkan bagi siswa yang memperoleh hasil yang kurang baik maka disebut prestasi belajarnya kurang baik.
Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa disebut nilai. Sehingga ada yang menyebutkan bahwa prestasi belajar merupakan nilai yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Berbagai perbedaan rumusan tentang prestasi belajar merupakan sesuatu yang sangat wajar, namun secara prinsip maknanya sama.
Prestasi belajar sebagai hasil dari kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dapat dijaring dari kegiatan evaluasi. Evaluasi atau penilaian digunakan untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Kegiatan evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang disebut tes.
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga golongan atau segi, yaitu segi kognitif, segi afektif, dan segi psikomotor. Penggolongan tersebut berdasarkan Taksonomi Bloom.

a.Segi Kognitif
Kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan anak, seperti yang ditampakkan oleh anak dalam memecahkan soal-soal, menyusun karangan, atau kegiatan berfikir lainnya yang membutuhkan pemikiran intelektualnya. Kognitif mempunyai enam taraf, yaitu:
1)Pengetahuan, yaitu mencakup ingatan terhadap fakta-fakta yang pernah diterima dari materi pembelajaran.
2)Pemahaman, yaitu mencakup kemampuan menterjemahkan materi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, mengintepretasikan materi, meramalkan arah atau kecenderungan yang akan datang.
3)Aplikasi, yaitu mencakup kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipe-lajari dalam situasi konkrit yang baru, misalnya penggunaan peraturan, prinsip, konsep, metode, dan teori.
4)Analisa, yaitu mencakup kemampuan mengidentifikasi bagian, dan analisa hu-bungan.
5)Sintesa, yaitu mencakup lemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian yang ada untuk membentuk keseluruhan yang baru.
6)Evaluasi, yaitu mencakup kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu ma-teri untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

b.Segi Afektif
Afektif berhubungan dengan sikap, minat, perasaan, nilai hidup, dan apresiasi siswa. Segi afektif mempunyai lima taraf, yaitu:
1)Penerimaan, yaitu berhubungan dengan kemauan siswa untuk mengikuti feno-mena khusus, yang menyangkut memperoleh, menguasai dan mengarahkan minat siswa.
2)Memberi respon, yaitu mencakup pemberian respon berkenaan dengan partisipasi aktif dari siswa.
3)Penilaian, yaitu mencakup penilaian atau pemberian penghargaan dari siswa terhadap suatu obyek, gejala atau tingkah laku.
4)Organisasi, yaitu mencakup kemampuan siswa untuk memilih nilai-nilai yang sesuai sehingga dapat memberikan pengarahan kepada dirinya.
5)Mengkarakterisasi, yaitu mencakup kemampuan siswa untuk mengembangkan ciri untuk mengontrol tingkah lakunya atau dapat dikatakan filsafat hidup.

c.Segi Psikomotor
Psikomotor berhubungan dengan reaksi fisik, ketrampilan siswa yang ditampakkan dalam berbagai kegiatan. Segi psikomotor mempunyai lima taraf, yaitu:
1)Persepsi, yang berhubungan dengan penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk yang membimbing kegiatan motorik.
2)Kesiapan, yaitu berhubungan dengan kesiapan untuk melakukan sesuatu atau bereaksi terhadap suatu kejadian menurut cara tertentu.
3)Respon terbimbing, yaitu mencakup kegiatan menirukan, ‘trial and error’ dari perbuatan individu yang dapat diamati.
4)Respon mekanistis, yaitu siswa sudah merasa yakin dengan kemampuannya dan sudah terampil melakukan kegiatan.
5)Respon kompleks, yaitu siswa sudah dapat melakukan perbuatan motoris secara kompleks. Kemahiran sudah titunjukkan dengan cepat, lancar, tepat, dan meng-gunakan energi yang minimum.

Ciri-ciri Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab merupakan cara menyajikan bahan ajar dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan yang diha-rapkan (E. Mulyasa, 2005: 115). Pertanyaan-pertanyaan dapat muncul dari guru maupun dari siswa. Sedangkan jawaban juga dapat yang berasal dari guru maupun dari siswa. Masing-masing saling mengisi, baik memberikan pertanyaan maupun jawaban. Penggunaan metode tanya jawab secara tepat dapat mendorong aktivitas dan kreativitas berfikir peserta didik.
Dalam penggunaan metode tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada anak didik harus sudah dipersiapkan sedemikian rupa, agar kegiatan belajar mengajar tidak menyimpang dari materi pelajaran yang sedang dibahas. Soetomo (1993: 151) menjelaskan langkah-langkah yang perlu disiapkan oleh guru dalam pemberian pertanyaan adalah:
a.Merumuskan tujuan secara jelas.
b.Mengemukakan alasan tentang penggunaan metode tanya jawab.
c.Menetapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan.
d.Membuat garis besar jawaban dari setiap pertanyaan.
e.Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Metode tanya jawab akan dapat berhasil dengan baik apabila dilaksa-nakan pada situasi yang tepat dalam proses belajar mengajar. Soetomo (1993: 151 – 152) menjelaskan bahwa metode tanya jawab tepat digunakan apabila :
a.Guru hendak meletakkan hubungan antara pelajaran yang lalu dengan pelajaran yang baru.
b.Guru hendak memberikan kesempatan kepada anak didik menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
c.Guru melihat keadaan siswa di kelas semakin kurang tertarik terhadap materi yang disampaikan.
d.Guru hendak mendorong aktivitas dan partisipasi peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.
e.Guru hendak mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi yang telah disampaikan.
Sebagaimana metode mengajar yang lain, metode tanya jawab tidak selalu baik untuk diterapkan dalam segala situasi. Untuk itu guru diharapkan benar-benar dapat mengambil keputusan secara tepat kapan metode tanya jawab digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Pelaksanaan metode tanya jawab tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Soetomo (1993: 153) menjelaskan tentang kelebihan dan kelemahan metode tanya jawab sebagai berikut:
Kelebihan metode tanya jawab:
a.Suasana belajar lebih aktif.
b.Peserta didik memperoleh kesempatan untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.
c.Guru dapat mengetahui tingkat penguasaan peserta didik secara langsung.
d.Dapat melatih peserta didik untuk mengemukakan pendapat secara lisan.
Kelemahan metode tanya jawab antara lain :
a.Pertanyaan yang disampaikan cenderung meminta jawaban yang bersifat hafalan.
b. Penggunaan secara terus menerus lebih mudah menyimpang dari materi yang sedang dipelajari.
c.Guru sulit mengetahui secara pasti tentang peserta didik yang tidak mengajukan pertanyaan, apakah sudah menguasai atau belum.
Berdasarkan uraian tentang kelebihan dan kelemahan tersebut maka setiap guru yang menggunakan metode tanya jawab harus mampu memaksimalkan kelebihan dan meminimalisasikan kekurangan, sehingga penggunaan metode tanya jawab dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang harapkan.

Ciri-ciri Metode Diskusi

Soetomo (1993: 153) menyebutkan bahwa “metode diskusi merupakan suatu metode pengajaran yang mana guru memberikan suatu persoalan (masalah) kepada murid, dan para murid diberi kesempatan secara bersama-sama untuk meme-cahkan masalah itu dengan teman-temannya”. Dalam kelompok diskusi siswa saling tukar informasi tentang permasalahan yang sedang dibahas. Perbedaan pendapat sering terjadi. Semakin banyak yang beda pendapat, maka keadaan diskusi akan semakin hidup.
Slameto (1991: 101) menyebutkan bahwa “diskusi kelompok ialah per-cakapan yang direncanakan atau dipersiapkan di antara tiga orang siswa atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin”. Percakapan diartikan sebagai adanya pendapat dari masing-masing anggota kelompok dalam ikut memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan pikirannya masing-masing.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa metode diskusi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.Terdiri dari beberapa orang, bisa lebih dari tiga orang.
b.Ada permasalahan yang sedang dicarikan solusi pemecahannya.
c.Ada yang menjadi pemimpin.
d.Ada proses tukar pendapat atau informasi.
e.Menghasilkan rumusan alternatif pemecahan masalah yang sedang dibahas.
Dengan melaksanakan metode diskusi yang dilaksanakan dengan benar, maka suasana kelas akan menjadi semakin hidup. Aktifitas setiap siswa dalam kelompok akan semakin kelihatan. Diharapkan semua siswa berperan serta secara aktif dalam menyampaikan pendapatnya. Dapat menerima pendapat dari anggota kelompok yang mempunyai pendapat berbeda juga mewarnai kehidupan diskusi. Semakin banyak yang berpendapat, maka kegiatan diskusi semakin baik. Dalam diskusi, peran guru hanya sebagai pengatur lalu lintas dan penunjuk jalan dalam pelaksanaan diskusi. Pemecahan masalah diserahkan kepada semua siswa.
Selain berperan mengatur jalannya diskusi, guru juga berperan untuk memberi bimbingan kepada kelompok yang merasa menemukan kebuntuan dalam pelaksanaan diskusi. Sehingga anggota kelompok tersebut dapat menemukan kem-bali arah tujuan dari permasalahan yang akan dicarikan solusi pemecahannya. Guru juga dapat menjadi penengah apabila kegiatan diskusi tidak dapat menentukan kesimpulan karena adanya beberapa pendapat yang memiliki alasan yang sangat kuat. Dalam kondisi seperti ini, peran guru sangat diperlukan agar suasana diskusi dapat kembali seperti semula.
Hal-hal yang dapat dilakukan guru agar pelaksanaan diskusi dapat ber-jalan dengan baik, antara lain:
a.Menjelaskan kembali apa yang menjadi pokok permasalahan apabila terjadi penyimpangan dalam pembicaraan.
b.Menunjukkan aspek penting yang menjadi pembahasan.
c.Merumuskan kembali pertanyaan atau jawaban siswa agar semakin memperjelas pendapat atau pertanyaan yang kurang dimengerti oleh siswa yang lain.
d.Memberikan bimbingan apabila terjadi kebuntuan dalam proses diskusi.
e.Menyimpulkan semua yang telah dikemukakan siswa, serta menunjukkan alter-natif pemecahan masalah yang paling tepat.
f.Menjadi penengah manakala terjadi perdebatan yang tidak segera dapat disele-saikan diantara siswa.
Apabila hal-hal di atas dapat dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan dis-kusi, maka kegiatan diskusi akan dapat mencapai suatu penyelesaian masalah sesuai dengan yang diharapkan.
Agar pelaksanaan diskusi dapat berjalan dengan baik, maka guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.Menentukan masalah (topik) yang dapat dijangkau oleh taraf berfikir siswa.
b.Mengemukakan masalah dengan memberi penjelasan cara-cara pemecahannya, dan menjelaskan hasil apa yang ingin dicapai dalam diskusi.
c.Dalam pembentukan kelompok hendaknya diperhatikan kemampuan masing-masing siswa.
d.Menjelaskan tentang aturan-aturan yang digunakan dalam kegiatan diskusi.
e.Diupayakan agar guru dapat menumbuhkan ide-ide yang baik dari siswa.
f.Masing-masing siswa harus mencatat hasil diskusi dan menyerahkan kepada guru.
Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diskusi baik digunakan apabila:
a.Guru ingin memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemam-puan masing-masing.
b.Guru ingin mengungkapkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
c.Ingin melatih siswa untuk mengungkapkan ide-ide secara langsung.
d.Ingin membantu siswa dalam menilai kemampuan diri sendiri dan teman-temannya.
e.Ingin memberikan motivasi kepada anak untuk belajar lebih lanjut.
Sebagaimana metode mengajar yang lain, metode diskusi juga memiliki berbagai kebaikan dan kelemahan. Karena tidak ada metode yang dapat digunakan untuk menyampaikan semua materi pelajaran secara tepat. Sesuai dengan karak-teristiknya, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan metode diskusi:
a.Anak diberi kesempatan untuk mengemukakan pikirannya atau ide-idenya serta mempertahankan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
b.Dalam diskusi setiap anak diberi kesempatan untuk menyumbangkan gagasannya terhadap masalah yang dihadapi.
c.Dapat mengembangkan berfikir kritis, kreatif dan aktif.
d.Mengembangkan sikap menghormati terhadap pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan pendapatnya.
e.Anak dapat mengembangkan taraf berfikir yang lebih tinggi.
Kelemahan metode diskusi:
a.Sering terlalu banyak menyita waktu.
b.Pembicaraan sering ke luar dari masalah yang sedang dibahas, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c.Jika kemampuan tidak merata, maka kegiatan diskusi sering didominasi oleh beberapa anak saja, sedangkan yang lain hanya sebagai pendengar saja.
Dengan berbagai kekurangan metode diskusi tersebut diharapkan setiap guru yang menggunakan metode ini dapat memaksimalkan kelebihan yang ada dan meminimalisasi kekurangannya agar tujuan diskusi dapat dicapai dengan baik.
Dalam penelitian ini pelaksanaan kegiatan diskusi dilakukan oleh kelompok-kelompok. Keberhasilan diskusi tidak hanya diukur dari kebenaran tentang materi jawaban dalam memberikan alternatif pemecahan masalah, tetapi lebih ditekankan pada kegiatan atau partisipasi yang dilakukan oleh setiap individu dalam kelompok diskusi. Agar siswa dapat secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi, maka dia harus memiliki ketrampilan untuk bekerjasama dengan teman anggota kelompoknya. Ketrampilan kerja sama siswa dalam kelompok dapat dirumuskan dengan indikator sebagai berikut :
a.Menghargai kesepakatan
b.Berpartisipasi secara aktif
c.Memberikan penghargaan dengan menunjukkan simpati
d.Menerima tanggung jawab
e.Mendorong partisipasi
f.Membuat ringkasan dan kesimpulan

Strategi Pembelajaran Team Quiz

Bermain kuis atau dikenal dengan strategi pembelajaran Team Quiz. Langkah-langkah pembelajaran Team Quiz adalah sebagai berikut:
1.Guru membentuk tiga kelompok (disesuaikan jumlah siswa).
2.Membagi tugas secara bergantian untuk membuat soal, jawaban dan penilaian.
3.Buat skor masing-masing jawaban tiap kelompok (Depag. RI, 2001).
Team Quiz adalah suatu kegiatan tanya jawab antar kelompok. Dalam kegiatan bertanya dan menjawab akan terjadi proses belajar yang tidak membosankan. Keterampilan bertanya menjadi penting jika dihubungkan dengan pendapat yang mengatakan ”Berfikir itu sendiri adalah bertanya” (Hasibuan dan Moejiono, 2004).
Pengertian bertanya adalah ucapan verbal yang meminta respons dari seseorang yang dikenai. Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Jadi bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong berfikir (Hasibuan dan Moejiono, 2004).

Dari pendapat dan pengertian tersebut, bertanya menunjukkan bahwa, baik yang bertanya maupun yang menjawab telah terjadi proses berfikir dari dirinya. Sedangkan berfikir merupakan proses belajar. Pemecahannya adalah mengajukan pertanyaan tentang semua informasi penting.

Di samping itu, pertanyaan-pertanyaan tentang fakta yang disampaikan dengan kata-kata sendiri, bukannya mengulang tepat seperti yang tertulis, membantu siswa mempelajari makna teks itu dan bukannya sekedar menghafalkannya (Mohamad Nur,1998). Pendapat ini mendukung bahwa memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari teman adalah sama dengan memberi kesempatan belajar kepada siswa, sehingga pembelajaran berpusat pada siswa atau student center.

Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian yang dilakukan lebih berfokus pada penilaian berbasis kelas. Dalam merancang penilaian, termasuk memilih teknik dan alat penilaian yang digunakan adalah penilaian tertulis, penilaian kinerja, dan penilaian karya atau portofolio.

Dalam Penilaian Berbasis Kelas Standar Kompetensi dirancang secara berdiversivikasi, untuk melayani semua kelompok siswa (normal, sedang, tinggi). Kelompok normal adalah kelompok yang memerlukan waktu belajar relatif lebih lama dari kelompok sedang, sehingga perlu diberikan pelayanan dalam bentuk menambah waktu belajar atau memberikan remediasi. Sedangkan kelompok tinggi adalah kelompok yang memiliki kecepatan belajar lebih cepat dari kelompok sedang, sehingga guru dapat memberikan pelayanan dalam bentuk akselerasi (percepatan) belajar atau memberikan materi pengayaan (Mohamad Nur, 2003).
Beberapa aspek penilaian sebagai berikut:
a.Karya meliputi: garis bilangan, maket, model, peta, rumus, dan bangun ruang.
b.Kinerja atau unjuk kerja meliputi: menghitung, menimbang, mengukur jarak, menafsir, mencatat data, dan membuat tabel, grafik, diagram.
c.Perilaku: menunjukkan sifat teliti, menunjukkan sikap kritis, dan kebiasaan berfikir logis (Nur Mohamad, 2003).

Matematika Bermakna

Pembelajaran Matematika akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Dengan demikian suatu rumus, konsep, atau prinsip dalam matematika, seyogyanya ditemukan kembali oleh siswa di bawah bimbingan guru. Secara khusus, pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika. agar lebih bermakna Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (cotextual problem).
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo, 2005).
Pembelajaran Matematika agar bermakna bertujuan melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi dan mengkomunikasikan gagasan (Mohamad Nur, 2003)

ROLE PLAY PEMBELAJARAN

Menurut Gillian Porter Ladousse (1987:5) ‘role play’ berasal dari kata ‘role’ yang artinya ambil bagian dalam sebuah kegiatan khusus dan ‘play’ yang artinya peranan itu diambil/dipakai dalam sebuah lingkungan dimana siswa dapat mengembangkan sepenuhnya daya cipta dan bermain. Sekelompok siswa bermain peran di dalam kelas dengan baik sama halnya dengan sekolompok anak yang sedang bermain sekolah-sekolahan, perawat dan dokter, atau Star wars. Keduanya secara tidak sadar mengaktualisasikan dan dengan bermain peran mereka mencobakan pengetahuan dunia nyatanya dan mengembangkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan masyarakat. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan tidak merusak pribadi siswa atau anak tersebut. Bermain peran ini akan dapat menumbuhkan kepercayaan diri daripada merusaknya.
Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Joanna Budden dalam http://www.teachingenglish.org.uk/think/speak/role_play.shtml (10 Oktober 2006), tentang role play bahwa role play is any speaking activity when you either put yourself into somebody else's shoes, or when you stay in your own shoes but put yourself into an imaginary situation, yang artinya adalah kegiatan berbicara dimana pemain dapat berperan menjadi orang lain atau dapat berperan menjadi dirinya sendiri tetapi berimajinasi dalam berbagai situasi. Orang yang berimajinasi adalah bahwa siswa dapat berperan dalam waktu tertentu sebagai jutawan, bintang film dan lain lain. Siswa juga dapat berpendapat seperti orang lain yang sedang mereka perankan. Sedangkan situasi imajinatif adalah bahwa bahasa yang digunakan menurut skenario situasi yang diperankan, misalnya di restoran, check in di bandara dan lain-lain.(Imaginary situations - Functional language for a multitude of scenarios can be activated and practised through role-play. 'At the restaurant', 'Checking in at the airport' ). Dengan demikian, role play adalah suatu kegiatan berbicara dimana pemain dapat berperan sebagai orang lain maupun dirinya sendiri dalam berbagai situasi imajinatif yang mampu mengembangkan kemampuan daya cipta dan bermain sepenuhnya.
1. Penggunaan Role Play sebagai Inovasi pembelajaran
Secara luas disetujui bahwa belajar terjadi bila kegiatan-kegiatannya menyenangkan dan dapat diingat. Jeremy Harmer yang dikutip oleh Gillian Porter Ladousse (1987:6) menegaskan, penggunaan role play digunakan dengan alasan sebagai berikut; a) menyenangkan dan memotivasi, b) siswa yang diam mendapat kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka ke arah kemajuan, lingkungan di dalam kelas dan di luar kelas menjadi tak terbatas serta menawarkan kesempatan penggunaan bahasa secara luas. Selain itu para siswa yang mendapat kesempatan menggunakan Bahasa Inggris bisa mengulang Bahasa Inggrisnya dalam situasi yang nyaman. Situasi nyata dapat tercipta dan para siswa mendapatkan keuntungan dari latihan. Kesalahan apapun yang mereka buat tidak membebani.

2. Manfaat Role Play sebagai inovasi pembelajaran
a.Banyak macam pengalaman bisa dibawa kedalam kelas lewat role play. Rentangan fungsi dan struktur bahasa dan luasnya kosakata yang diperkenalkan melaju/berkembang tanpa batas. Melalui role play kita bisa melatih siswa mengembangkan ketrampilan berbicara dalam berbagai situasi.
b.Role Play meletakkan siswa pada berbagai situasi yang bermanfaat untuk mengembangkan bahasa dalam memperlicin hubungan sosial
c.Beberapa orang sedang belajar Bahasa Inggris untuk tujuan kehidupanya; khususnya bagi orang yang akan bekerja atau bepergian ke luar negeri.
d.Role Play membantu kebanyakan siswa pemalu dengan menyediakannya sebuah topeng. Beberapa siswa pendiam mungkin mempunyai kesulitan dalam berinteraksi dan beraktivitas lainnya. Dengan role play siswa terbebas oleh karena mereka tidak merasa pribadinya terlibat.
e.Alasan terpenting menggunakan role play tidak lain adalah kegembiraan. Sekali siswa memahami dengan apa yang diharapkan, mereka menikmati imajinasinya.
Akhirnya, role play merupakan salah satu dari seluruh teknik komunikasi yang mengembangkan siswa lancar berbahasa, yang memajukan interaksi di dalam kelas, dan yang meningkatkan motivasi. Role play juga tidak hanya mendorong siswa belajar bersama rekan seusianya, tetapi juga meningkatkan kebersamaan guru dan siswa untuk bertanggung jawab terhadap proses belajar. Role play mungkin merupakan teknik yang paling fleksibel dan guru-guru yang segera mengunakan role play dapat mempertemukan kebutuhan–kebutuhan yang tak terbatas dengan latihan bermain peran secara efektif dan tepat.
3. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam Role Play
a.Siap untuk berhasil
Role play di tingkat dasar. Mencoba memikirkan bahasa yang akan siswa gunakan. Siswa mungkin perlu ekstra dukungan untuk memiliki bahasa tersebut. Ketika mereka sedang bermain peran, siswa merasa telah dilengkapi dengan bahasa yang memadai. Untuk tingkat lebih tinggi, siswa tidak perlu banyak dukungan tetapi mereka perlu waktu masuk dalam peranan itu.
b.Peranan Guru
Beberapa kemungkinan peranan guru, yakni a) Fasilitator, siswa mungkin membutuhkan kosakata baru dari guru, b) Penonton: guru mengamati, memberi komentar dan nasehat pada akhirnya, c) Partisipan: kadang-kadang ikut ambil peranan pada permainan tersebut
c.Bawalah situasi kegiatan menjadi hidup. Bermain perang dengan mengambil cerita dan juga properti yang nyata, misalnya berperan sebagai pemilik pizza dengan pelanggannya. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diingat.
d.Tetap nyata dan relevan. Cobalah menjaga peranan siswa untuk bermain senyata mungkin. Walaupun itu sulit siswa diajak untuk membayangkan kegiatan tersebut terjadi di jantung kota di Inggris.
e.Feed in language. Saat siswa macet mendapatkan kata atau frasa, guru memberikan bantuan berperan seolah-olah sebagai kamus berjalan. Jika tidak guru bisa mengijinkan siswa untuk minta timeout guna mencari arti kata di kamus. Adalah pokok atau fundamen menyuapi siswa dengan bahasa yang dibutuhkan. Dengan demikian, siswa akan mempelajari kosakata dan tatabahasa alam lingkungan yang mudah diingat dan alami.
f.Pembetulan kesalahan. Ada banyak cara untuk membenarkan kesalahan ketika menggunakan teknik bermain peran. Beberapa siswa senang dibenarkan langsung setelah permainan selesai. Kalimat yang salah bisa ditulis dipapan tulis untuk dikoreksi bersama. Ada 3 cara dalam pembetulan kesalahan, yakni: 1) Self Correction Jika alat perekaman seperti video atau audiocasette ada, siswa diberi kesempatan mendengarkan hasil tampilannya dan merenungkan bahasa yang telah digunakan. Mereka mungkin dengan mudah memeriksanya, 2) Peer – correction. Teman sekelasnya bisa mengoreksi kesalahan temannya. Hati-hati untuk tetap menjaga bahwa koreksi teman sebaya merupakan pengalaman positif dan menguntungkan untuk keterlibatan semua siswa, dan 3) Buat catatan kesalahan-kesalahan yang umum demi keberhasilan pelajaran berikutnya agar siswa tidak kehilangan motivasi setelah dibetulkan. Negosiasi dengan siswa terlebih dulu bagaimana mereka ingin dikoreksi.
g. Gunakan imajinasimu dan bersenanglah.
Bermain peran yang paling sukses yang saya lakukan tahun lalu bersama dengan sekelompok remaja. Kelas dibagi dengan kelompok berpasangan dengan memerankan skater boy yang akhirnya mempertemukan mantan teman wanitanya diakhir konser. Hasilnya sangat lucu dan saya terkejut ketika mereka semua ikut ambil peranan. Akhirnya, Role play bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan. Anda mungkin terkejut dengan hasil akhirnya.
Dalam Role Play (Bermain Peran), pemain diminta untuk melakukan peran tertentu dan menyajikan "permainan peran" dan melakukan "dialog-dialog" tertentu yang menekankan pada karakter, sifat atau sikap yang perlu dianalisa. Bermain peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau kondisi nyata yang akan dipergunakan bahan diskusi atau pembahasan materi tertentu. Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran, langkah penting adalah analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk mengemukakan peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula dengan peserta yang lain.
Menerapkan role play ke dalam kelas dapat menambah variasi, perubahan dan kesempatan menghasikan bahasa dan juga memberikan banyak kesenangan. Role play juga dapat menjadi bagian dari kelas secara menyeluruh. Jika guru yakin bahwa kegiatan akan berlangsung dan dukungan penting tersedia akan membawa keberhasilan. Bagaimanapun juga jika guru tidak yakin akan kesahihan bermain peran maka dia jatuh ke dalam keinginannya tersebut. Oleh karena itu berpikirlah positif dan terus lakukan memungkinkan anda mendapatkan kejutan yang menyenangkan.

Keterampilan Berbicara

A. Berbicara
Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan pendidikannya. Aspek-aspek lain seperti cara berpakaian atau mendandani pengantin, adalah bersifat eksternal, tetapi ujaran sudah bersifat inheren, pembawaan. (Tarigan,1996:15)
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehinga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. (Tarigan,1996:15)
Dengan demikian maka berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrument yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahamai atau tidak, baik bahan pembicaraanya maupun para penyimaknya: apakah dia bersikap tenang, serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak. (Mulgrave, 1954:3–4).
B . Berbicara sebagai seni dan ilmu
Wilayah ‘berbicara” biasanya dibagi menjadi dua bidang umum, yaitu :
1. Berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech arts).
2. Pengetahuan dasar berbicara (the speech sciences) (Mulgrave,1954:6).
Dengan perkataan lain, berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan juga ilmu.
Kalau kita memandang berbicara sebagai seni maka penekanan diletakkan pada penerapannnya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat sebagai berikut: (1) Berbicara di muka umum, (2) Semantik: Pemahaman makna kata, (3) Diskusi kelompok, (4) Argumentasi, (5) Debat, (6) Prosedur parlementer, (7) Penafsiran lisan, (8) Seni drama, (9) Berbicara melalui udara
Kalau kita memandang berbicara sebagai ilmu maka hal-hal yang perlu ditelaah antara lain: (1) Mekanisme bicara dan mendengar, (2) Latihan dasar bagi ajaran dan suara, (3) Bunyi-bunyi bahasa, (4) Bunyi-bunyi dalam rangkaian ujaran, (5) Vowel-vowel, (6) Diftong-diftong, (7) Konsonan-konsonan, (8) Patologi ujaran. (Mulgrave,1954:9)
Dalam berbicara ini peneliti meneliti Seni Drama dalam meningkatkan kemampuan berbicara (khususnya Bahasa Indonesia). Dengan demikian peneliti memandang berbicara sebagai seni dalam hal ini, yaitu penekanan diletakkan pada penerapan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat.

METODE KLOS

Klos berasal dari kata “CLOZURE” yaitu suatu istilah dari ilmu jiwa Gestalt. Hal ini seperti yang dikemukakan Wilson Taylor yang dikutip oleh Kamidjan, bahwa: Konsep teknik klos ini menjelaskan tentang kecenderungan orang untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap menjadi suatu kesatuan yang utuh. ( Kamidjan, 1996:66 ).
Berdasarkan pendapat di atas, dalam teknik klos pembaca diminta untuk memahami wacana yang tidak lengkap, karena bagian tertentu telah dihilangkan akan tetapi pemahaman pembaca tetap sempurna.
Bagian - bagian kata yang dihilangkan itu biasanya disebut kata ke – an. Kata ke – an itu diganti dengan tanda garis mendatar atau tanda titik-titik, karena kata ke – an bisa berupa kata benda, kata kerja, kata penghubung, dan kata lain yang dianggap penting. Tugas pembaca ialah mengisi bagian-bagian yang kosong itu sama dengan wacana aslinya.

Manfaat Metode Klos
Metode Klos menurut Heilman, Hittleman, dan Bartmuth (dalam Sujana,1987:144) menyatakan bahwa, teknik klos ini bukan sekedar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana, melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini kita akan mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa. Hal ini sangat berguna untuk menentukan tingkat instruksional yang tepat murid-muridnya.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa manfaat dari metode klos ini yaitu dapat mengetahui tingkat keterbacaan sebuah wacana, tingkat keterbacaan siswa, dan latar belakang pengalaman yang berupa minat, dan kemampuan bahasa siswa.

Berbagai penelitian telah memperlihatkan bukti bahwa teknik isian rumpang/teknik klos merupakan alat ukur keterbacaan yang mapan. Validitas dan reabilitas sebagai alat ukur bahasa Inggris terbukti cukup baik. Hal senada seperti Bachman (dalam Sujana 1987:148) mengatakan telah membuktikan keterhandalan teknik ini yang diperbandingkan dengan beberapa skor dari tes baku/standar bahasa Inggris. Bahkan Stump dalam Oller dan Perksm (dalam Sujana 1987:148) lewat penelitiannya membuktikan bahwa tes isian rumpang dan dikte merupakan dua bentuk pengetesan yang mampu memprediksi skor intelegensi dan prestasi belajar. Kedua bentuk pengetesan tersebut (prosedur isian rumpang dan dikte) telah dikorelasikan dengan sebuah tes standar yakni The Large Thorndike Intelligence Test And The Low a Test Of Basic Skill (ITBS).
Menurut Kamidjan (1996:69) kriteria penilaian tes klos di Indonesia lebih banyak menggunakan PAP (Penilaian Acuan Patokan), oleh karena itu lebih sesuai jika menggunakan kriteria Earl F. Rankin da Yoseph Cullhene sebagai berikut :
Pembaca berada dalam tingkat independen, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya di atas 60 %, pembaca berada dalam tingkat instruksional, jika prosentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya berkisar antara 41 % - 60 %, dan pembaca berada dalam tingkat frustasi atau gagal, jika prosentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya sama dengan atau kurang dari 40 .

2.2.4 Keunggulan dan Kelemahan Metode Klos
Menurut Kamidjan (1996:72) suatu alat ukur tentu memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya sebagai berikut : adanya pola interaksi antara pembaca dan penulis, menilai keterbacaan sekaligus keterampilan membaca, teknik klos merupakan alat tes yang bersifat fleksibel dan singkat, tes klos dapat menjangkau jumlah pembaca yang banyak, teknik klos dapat juga dipakai sebagai alat untuk mengajar di kelas, tes ini juga bisa dipakai untuk latihan membaca pemahaman, dan melatih siswa (pembaca) bersikap kritis terhadap wacana. Sedangkan kelemahannya yaitu : validitas keunggulan pemahaman kurang, pembaca belum tentu mengatasi pemahaman wacana tersebut, dan adanya kelipatan pengisian yang konsistensi.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut peneliti memberikan bacaan yang sesuai dengan kemampuan siswa. Peneliti tidak memberikan bacaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dengan kemampuan siswa

Peranan Media Pendidikan

2.1 Media Pendidikan
Media dalam bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Sadiman, dkk., 1996: 6). Media adalah perantara/ sarana/ pengantar pesan/ informasi. Menurut Rohani (1997: 3) media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi sebagai perantara/ sarana/ alat untuk proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara(UU RI No. 20 Th 2003, Bab I, Pasal I). Dengan demikian media pendidikan dapat diartikan sebagai sarana atau alat komunikasi antara guru dan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohani (1997: 4) bahwa media pendidikan adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta instruksional tercapai dengan mudah.
Menurut Hamalik (1994: 12) media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar disekolah. Media pendidikan identik dengan alat bantu belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bisa dilihat dan didengar sebagai alat komunikasi antara guru dengan siswa. Media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik (Danim, 1995: 7).
Berdasarkan pendapat di atas ciri-ciri umum dari media pendidikan adalah sebagai berikut:
a) penekanan media pendidikan terletak pada benda atau hal-hal yang dapat dilihat, didengar atau diraba oleh panca indra
b) media pendidikan merupakan suatu perantara (media) yang digunakan dalam rangka pendidikan
c) media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas
d) media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan atau komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran
e) media pendidikan erat hubungannya dengan metode mengajar.

2.1.1 Pengertian Media Pendidikan
Kata media berasal dari Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak lepas dari peranan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Cara yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar lebih dikenal dengan metode mengajar. Menurut Djamarah dan Zain (1996: 84) metode mangajar merupakan strategi pengajaran dan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan menurut Sudjana (2002: 76) metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Berdasarkan ke-dua pendapat di atas, metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dan guru dapat berinteraksi dengan siswa sehingga tujuan dari proses belajar mengajar dapat tercapai.
Guru harus pandai memilih metode mengajar dan media pendidikan dalam menyampaikan materi pelajaran. Djamarah (2000: 193) menyatakan bahwa salah satu dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar adalah kelemahan dan kelebihan. Kelemahan dari suatu metode dapat diatasi dengan menggunakan media pendidikan.

2.1.2 Peranan Media Pendidikan
Dalam suatu proses belajar mengajar, ada dua unsur yang amat penting yaitu metode mengajar dan media pendidikan (Harjanto, 1996: 237). Kedua aspek ini sangat berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi media yang akan digunakan meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media pendidikan dalam proses belajar mengajar.
Seorang guru dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar harus memiliki gagasan sebagai titik awal dalam melaksanakan komunikasi dengan peserta didik (Rohani, 1997: 6). Hal ini dapat ditunjukkan melalui media pendidikan. Media pendidikan yang dimaksud dapat dikatakan sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Karena itu, disamping gagasan guru, perlu diperhatikan unsur-unsur yang dapat menunjang proses komunikasi guru dengan peserta didik dalam menciptakan media pendidikan. Hal ini berarti bahwa agar proses komunikasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, perlu mengenal tentang beberapa peranan dan fungsi dari media pendidikan.
Beberapa peranan media pendidikan dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat variabelistis
b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra
c) dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sifat pasif peserta didik sehingga menimbulkan gairah belajar
d) apabila latar belakang lingkungan guru dengan siswa ataupun antar siswa berbeda maka media pendidikan dapat mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. (Sadiman, dkk., 1996: 16).
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan media pendidikan adalah sebagai berikut:
a) mengatasi perbedaan pengalaman antara peserta didik dengan guru maupun sesama peserta didik. Misalnya peserta didik yang bertempat tinggal di daerah pegunungan yang belum pernah melihat lautan dapat digunakan media film, video kaset sehingga menimbulkan persepsi yang sama
b) mengatasi keterbatasan daya indra. Misalnya benda yang akan diajarkan terlalu besar dapat di lihat melalui film-strip, gambar, slide, dan sebagainya. Untuk mengatasi benda yang secara langsung tidak dapat diamati karena terlalu kecil misalnya sel, bakteri, atom dapat menggunakan mikroskop, proyektor, dan lain-lain
c) mengatasi keterbatasan waktu. Misalnya kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu dapat ditampilkan lagi dengan rekaman video atau foto
d) keterbatasan ruang. Misalnya objek yang diajarkan terlalu komplek dapat disajikan dengan model gambar
e) mengatasi peristiwa alam. Misalnya terjadinya letusan gunung berapi, pertumbuhan atau perkembangbiakan hewan maupun tumbuhan dapat menggunakan media gambar, film, dan sebagainya
f) membangkitkan minat belajar siswa yang baru dan meningkatkan motivasi kegiatan belajar peserta didik.

2.1.3 Fungsi Media Pendidikan
Menurut Encyclopedia of Educational Research (dalam Hamalik, 1994: 15) nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut:
a) meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir oleh karena itu mengurangi verbalisme
b) memperbasar perhatian siswa
c) meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap
d) memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menimbulkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa
e) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, hal ini terutama terdapat pada gambar hidup
f) membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa
g) memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta dapat membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Mcknown (dalam Nurani, 1947: 8) menyatakan bahwa ada empat fungsi media pendidikan di dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a) mengubah titik berat pendidikan formal, yaitu dari pendidikan yang menekankan pada instruksional akademis menjadi pendidikan yang mementingkan kebutuhan kehidupan peserta didik
b) membangkitkan motivasi belajar pada peserta didik
c) media instruksional edukatif pada umumnya merupakan suatu yang baru bagi peserta didik, sehingga menarik perhatian peserta didik
d) media instruksional edukatif memberikan kebebasan kepada peserta didik lebih besar dibandingkan dengan cara tradisional
e) media instruksional edukatif lebih konkrit dan mudah dipahami
f) media instruksional edukatif mendorong peserta didik untuk ingin tahu lebih banyak
g) memberikan kejelasan ( clarification )
h) memberikan rangsangan ( stimulation ).
Berdasarkan pendapat di atas fungsi media pendidikan adalah dapat mempertinggi proses kegiatan belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.
Walaupun fungsi media pendidikan cukup penting sebagai alat dan sumber pengajaran, tapi media pendidikan tersebut tidak bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media pendidikan tanpa guru suatu hal yang mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap diperlukan sekalipun media pendidikan tersebut telah mewakili atau merangkum semua bahan pengajaran yang diperlukan siswa.

2.1.4 Klasifikasi Media Pendidikan
Beberapa ahli mengklasifikasikan media pendidikan yang dikaitkan dengan teknologi pendidikan, pengalaman peserta didik, maupun kecanggihan media pendidikan tersebut. Namun penggunaan media pendidikan yang lebih penting pada fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses pengajaran. Dalam menggunakan media pendidikan sebagai alat komunikasi khususnya dalam hubungannya dengan masalah proses belajar mengajar harus dikaitkan dengan tujuan pengajaran yang akan di capai.
Menurut Harjanto (1996: 237) ada beberapa jenis media pendidikan yang biasa digunakan dalam proses belajar mengajar antara lain:
a. media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering disebut dengan media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar
b. media tiga dimensi biasanya dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model susun, model kerja, mock up, dioroma, dan lain-lain
c. media proyeksi seperti slide, film-strip, film, penggunaan OHP, dan lain-lain
d. penggunaan lingkungan sebagai media pendidikan.

2.2 Peranan Barang Bekas, Bahan, dan Peralatan Sederhana sebagai Media
Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, sering kali terjadi hambatan-hambatan, baik yang datang dari pihak guru maupun siswa. Hambatan-hambatan tersebut secara langsung mempengaruhi suasana pembelajaran, salah satu hambatan yang sering kali mucul adalah ketika guru harus menvisualkan suatu konsep atau ide. Dalam hal ini guru membutuhkan media pembelajaran sebagai alat bantu mengajar karena pembahasan secara lisan tidak memuaskan siswa. Apabila sekolah tidak dapat menyediakan media tersebut, guru dapat berupaya membuatnya dari bahan- bahan sederhana.
Guru selalu dituntut mengembangkan kreativitas agar materi bisa diterima dengan baik oleh siswa. Kreativitas guru bisa terlihat ketika ia mencoba memanfaatkan bahan-bahan sederhana yang bisa dijadikan suatu media didalam mata pelajarannya.
Keterbatasan yang sifatnya individual ini pada dasarnya sangat manusiawi. Namun demikian hal tersebut jangan diartikan bahwa ia boleh mengurangi target sasaran pembelajaran. Dengan segala keterbatasan yang ada merupakan tanggung jawab guru untuk tetap mengoptimalkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Berikut ini adalah rambu-rambu atau pedoman yang harus diperhatikan ketika kita ingin mengembangkan media dari bahan-bahan sederhana :
a. Gunakan bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh di sekitar lingkungan sekolah, tempat tinggal guru dan siswa, ataupun bahan-bahan yang bisa diperoleh di toko pasar terdekat. Jika harus membeli maka perhatikan harganya. Usahakan agar bahan yang digunakan terjangkau harganya oleh guru, sekolah maupun siswa.
b. Penggunaan media yang dibuat guru hendaknya bisa meningkatkan perhatian dan pemahaman siswa melalui mendengarnya.
c. Kembangkan bahan-bahan yang bisa membuat siswa berpikir kritis, mengundang siswa selalu ingin bertanya, ingin tahu, dan ingin mencari kebenaran.
d. Gunakan bahan-bahan yang bisa merujuk kepada upaya mendorong kemampuan siswa untuk memahami dan mengingat secara tegas dan jelas materi pembelajaran yang disajikan.
e. Buatlah media yang mampu memberikan kebersamaan bagi siswa dengan kondisi yang menyenangkan dalam mengikuti pelajaran.
f. Tugaskan mereka mencatat atau menuliskan setiap hal yang ia dengar, amati selama guru memanfaatkan media sederhana ciptaaanya.

2.2.1 Tujuan Pembuatan Media Sederhana
Berdasarkan kesadaran tentang pentingnya media sederhana yang terbuat dati bahan bekas yang terdapat di sekitar lingkungan guru dan siswa, kita dapat mencatat tiga tujuan pembuatan media sederhana yang terkait satu dengan lainnya:
a. Membangun komunitas berbasis pendidikan kreatif.
b. Membangun berbagai alternative media sederhana yang kreatif dan berkesinambungan sedemikian rupa sehingga mampu membantu anak-anak didik tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang kritis, kreatif, mandiri(otonom), dan peduli terhadap orang lain dan lingkungannya.
c. Mengembangkan jaringan kerja (network) para guru dan pendidik untuk menggalang kerja sama dalam upaya mengembangkan berbagai media alternative yang kreatif, sederhana dan murah sebagai gerakan guru mandiri yang peduli lingkungan sekitar sekolah dan masyarakat.

2.2.2 Media Batang Lidi Sebagai Media Sederhana Dalam Upaya Peningkatan Berhitung Anak.
Media atau peraga batang lidi merupakan sarana sederhana dan murah. Pemilihan media atau peraga batang lidi dalam upaya peningkatan kemampuan berhitung anak disini sangat tepat sekali dikarenakan media tersebut mudah diperoleh. Batang lidi bisa kita dapatkan dimana saja, bisa berupa sapu ijuk atau tandan daun kelapa kering yang nantinya kita potong – potong dengan ukuran yang sama panjang.
Pemilihan batang lidi hendaknya memperhatikan segi praktisnya bagi anak yakni potongan batang lidi cukup panjangnya ( ± 10 cm ) serta dalam keadaan tumpul tidak runcing hal ini untuk menjaga keamanan bagi anak didik. Selain itu jumlahnyapun cukup memadai untuk melakukan penghitungan.

Belajar Simple Present

Ada beberapa penggunaan dari simple present tense, yaitu :
1. untuk menyatakan kegiatan yang berulang
2. untuk menyatakan generalisasi atau kegiatan yang biasa berlangsung
3. Untuk menyetakan kegiatan saat ini.
Untuk lebih jelasnya perhatikan penjelesan di bawah ini

1. Repeated Actions (Kegiatan berulang)
Simple present dapat digunakan untuk menyatakan gagasan atau kegiatan yang dilakukan sering dilakukan berulangkali seperti bangun tidur, atau kebiasaan seperti berolahraga, jadwal pemberangkatan kendaraan dan lain sebagainya, kegiatan tersebut dapat berupa kebiasaan, hobby, kegiatan sehari-hari, jadwal, dan juga kebiasaan yang selalu tidak dilakukan.

Dari gambar diatas tanda silang warna biru adalah kejadian yang dilakukan, jadi kejadian tersebut selain dilakukan saat ini (persent) juga dilakukan pada waktu lampau (past) dan yang akan datang (future)

EXAMPLES:

I play tennis.
She does not play tennis.
The train leaves every morning at 8 am.
The train does not leave at 9am.
She always forgets her purse.
He never forgets his wallet.
Every twelve months, the Earth circles the sun.
The sun does not circle the Earth.

2. Menyatakan Kebenaran atau keadaan yang umum (Facts or Generalizations)

Simple Present dapat juga digunakan untuk mengekspresikan suatu kejadian yang benar pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang, misalnya matahari terbit dari barat, satu jam 360 menit dan lain sebagainya. Selain itu Simple Present juga digunakan untuk menyatakan generalisasi (keadaan yang umum) terhadap pikiran orang, misalnya orang batak suka musik, burung mempunyai sayap dan lain sebagainya
Perhatikan gambar berikut untuk lebih jelasnya
.
EXAMPLES:

Cats like milk.
Birds do not like milk.
Jakarta is in Indonesia
Surabaya is not in the United Kingdom.
Windows are made of glass.
Windows are not made of wood.
Jakarta is a small city. (It is not important that this fact is untrue.)

3. Keadaan Sekarang Now (Non-Continuous Verbs)

Simple Present digunakan juga untuk menyatakan kegiatan yang berlangsung maupun tidak berlangsung saat ini secasra spontan. Namun hanya bisa digunakan dengan Non-continuous Verbs dan Mixed Verbs.

EXAMPLES:

I am here now.
She is not here now.
He needs help right now.
He does not need help now.
He has a car.
Diterjemahkan dari : englishpage.com