PENGUNJUNG YANG BAIK SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR

Problem Based Instruction (PBI)

Disadur oleh:
Bagod Sudjadi
LPMP Jawa Timur
2005

Pendahuluan

Esensi dari problem based instruction (PBI) terdiri dari menyajikan kepada siswa tentang situasi masalah yang autentik serta bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan penemuan. Tujuan dari PBI ini adalah untuk membantu para siswa belajar materi akademik dan keterampilan pemecahan masalah dengan melibatkan dalam masalah situasi yang nyata.


Ciri-ciri Khusus PBI

Beragam pengembang dari problem based instruction sudah menguraikan model pengajaran ini dengan ciri-ciri sebagai berikut.

• Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran ini bukannya mengorganisasikan disekitar khususnya prinsip-prinsip akademik atau keterampilan tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah adalah mengorganisasikan pengajaran dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan atau masalah di sekitarnya sehingga memberikan makna kepada siswa secara pribadi dan penting secara sosial. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai , macam solusi untuk situasi itu.
• Memfokuskan kepada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
• Penyelidikan autentik. Pengajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik yang mencoba penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.Tentu saja, metode yang digunakan bergantung pada masalah alamiah yang dipelajari.
• Menghasilkan karya dan memamerkannya. Pengajaran berdasarkan maslah meminta siswa untuk menghasilkan karya dalam bentuk artefak atau karya nyata dan memamerkannya yang menjelaskan atau mewakili solusinya.
• Kolaborasi. Seperti model pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lain, yang paling sering adalah saling berpasangan atau dalam kelompok kecil. Kerjasama memberikan motivasi bagi kelangsungan yang melibatkan tugas-tugas yang lebih kompleks serta memberi kesempatan berbagi penemuan, dialog serta untuk pengembangan keterampilan sosial dan berpikir.


Tujuan Pengajaran dan Hasil Belajar

Pengajaran berdasarkan maslah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran langsung dan ceramah lebih cocok untuk tujuan ini. Bahkan, pengajaran berdasarkan masalah utamanya adalah membantu siswa mengembangkan, kemampuan berpikirnya, keterampilan memecahkan masalah dan intelektualnya; belajar berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan pengalaman nyatanya atau melalui simulasi situasi; serta menjadi tidak bergantung, pebelajar yang mandiri. Diskusi singkat tentang tiga tujuan pengajaran ini diuraikan secara singkat berikut ini.

Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah

Apakah keterampilan berpikir itu dan khususnya apakah keterampilan berpikir tingkat tinggi itu?
Kebanyakan definisi-definisi yang telah diajukan memberikan uraian abstraksi proses-proses intelektual sebagai berikut.

 Berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan memberikan alasan.
 Berpikir merupakan mewakili simbolik (melalaui bahasa) objek-objek nyata dan peristiwa-peristiwa serta menggunakan simbol-simbol tersebut untuk mengungkap orinsip-prinsip objek dan peristiwa tersebut.
 Berpikir merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritisi, dan meraih kesimpulan yang didasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang cermat.

Yang perlu kita pertimbangkan adalah pernyataan Lauren Resnick (1987) tentang apakah yang ia tetapkan sebagai berpikir tingkat tinggi berikut ini.

 Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik. Yaitu, alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya.
 Berpikir tingkat tinggi cenderung menjadi kompleks. Keseluruhan alur tidak dapat ”diamati” dari satu sudut pandang.
 Berpikir tingkat tinggi seringkali menghasilkan multi solusi , yang masing-masing dengan keuntungan dan kerugiannya, daripada solusi tunggal.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan nuansa pertimbangan dan interpretasi.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan multi kriteria yang kadang-kadang bertentangan satu dengan yang lain.
 Berpikir tingkat tinggi seringkali melibatkan ketidakpastian. Tidak semuanya yang berhubungan dengan tugas diketahui.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan pengaturan-diri tentang proses berpikir. Kita tidak mengakui berpikir tingkat tinggi pada seseorang ketika orang lain ”memanggil dan bermain” untuk membantunya pada setiap langkah yang dilakukan.
 Berpikir tingkat tinggi pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang tidak teratur.
 Berpikir tingkat tinggi adalah bekerja penuh. Ada pengerahan pekerjaan mental yang melibatkan berbagai elaborasi dan perimbangan yang diperlukan.

Peranan Pemodelan Orang Dewasa

Resnick (1987) menguraikan bagaimana pembelajaran sekolah, seperti yang dialami sekolah traadisional, berbeda dalam empat cara penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah. Keempat hal tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran di sekolah memfokuskan pada kinerja individu, sementara di luar
sekolah kerja mental melibatkan kolaborasi dengan yang lain.
2. Pembelajaran di sekolah memfokuskan pada proses berpikir tanpa bantuan, sementara aktivitas mental di luar sekolah biasanya melibatkan perangkat-perangkat kognitif, seperti komputer, kalkulator, dan instrumen ilmiah yang lain.
3. Pembelajaran di sekolah yang mengembangkan berpikir simbolik yang berkaitan dengan situasi hipotesis, sementara aktivitas mental di luar sekolah menghadapkan masing-masing individu secara langsung dengan situasi konkret dan objek nyata.
4. Pembelajaran sekolah memfokuskan pada keterampilan-keterampilan umum (membaca, menulis, dan mengoperasikan komputer) dan pengetahuan umum, sementara berpikir situasi khusus membeli atau menyewa sebuah mobil baru mendominasi aktivitas mental di luar sekolah.

Yang perlu dicatat adalah bagaimana ciri-ciri pengajaran berdasarkan masalah disesuaikan dengan aktivitas mental di luar sekolah.

 Pengajaran berdasarkan masalah mendorong kerjasama dan kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas.
 Pengajaran berdasarkan masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Unsur-unsur tersebut mendorong melakukan pengamatan dan dialog dengan yang lain, sehingga seorang siswa secara bertahap dapat berasumsi peranan yang diamati tersebut (saintis, guru, dokter, atau ahli sejarah).
 Pengajaran berdasarkan masalah mendorong siswa memilih penyelidikannya sendiri yang memungkinkan mereka mengiterpretasi dan menjelaskan fenomena dunia nyata serta membangun pemahamannya sendiri tentang fenomena tersebut.


Pebelajar yang Mandiri dan Otonom

Akhirnya, pembelajaran berdasarkan masalah membantu siswa menjadi menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan oleh guru yang berulang-ulang akan mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan dan mencoba untuk menemukan solusi terhadap masalah nyatanya sendiri, yaitu siswa belajar untuk menampilkan tugas-tugasnya tersebut secara mandiri dalam hidupnya kelak. Pengjaran berdaasarkan masalah biasanya terdiri atas lima fase utama yang dimulai dengan guru mengorientasikan siswa terhadap terhadap situasi masalah dan diakhiri dengan melakukan presentasi dan menganalisis pekerjaan dan karya siswa. Ketika masalah dimodelkan dengan gambaran yang sederhana, semua lima fase dari model mungkin dapat diselesaikan didalam kelas dalam waktu yang singkat. Akan tetapi, untuk masalah yang lebih kompleks mungkin dapat diselesaikan penuh di sekolah selama setahun.

Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Orientasi siswa terhadap masalah. Guru menjelaskan tujuan pelajaran, menjelaskan pentingnya alat/bahan yang diperlukan, dan memotivasi siswa untuk mendorongnya melakukan aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Fase 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas pelajarannya yang berkaitan dengan masalahnya.
Fase 3
Membantu memberi bimbingan terhadap siswa secara individu mauipun dalam kelompok penyelidikan. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang cocok, melakukan eksperimen, dan mendapatkan penjelasan dan solusi.
Fase 4
Menyajikan dan memamerkan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya-karya yang sesuai misalnya laporan, vidio, dan model-model yang membantunya berbagi pekerjaan dengan yang lain.
Fase 5
Menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk merefleksikan pada peneyelidikannya serta memproses yang mereka gunakan.


Penutup

Berbeda dengan model pembelajaran lain yang memberi penekanan pada presentasi ide dan demonstrasi keterampilan, pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari guru mempresentasikan situasi masalah kepada siswa dan membuat mereka melakukan penyelidikan dan menemukan penyelesaian masalah oleh mereka sendiri.
Pengetahuan yang mendasarkan pada pengajaran berdasarkan masalah adalah pengayaan dan kekomplekan. Beberapa meta analisis yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir

0 komentar:

Posting Komentar