PENGUNJUNG YANG BAIK SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR

Hak Anak menurut Agama Islam

Hak anak dalam agama islam Dalam filosofi pendidikan Islam dikenal dua hal. Pertama adalah bashira wa nadlira, bahwa mendidik anak seharusnya tidak hanya dilakukan melalui interaksi secara langsung tetapi juga harus dilihat secara batin, hal tersebut mempunyai makna bahwa usaha untuk mendidik anak tidak hanya dapat dilakukan secara lahiriyah seperti menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhannya, tetapi juga dilakukan secara bathin misalnya melalui doa bagi mereka.

Kedua adalah konsep fa alhamaha fujuraha wa taqwaha. Falsafah ini mempunyai implikasi dalam pendidikan bahwa manusia pada dasarnya disamping memiliki fitrah yang baik juga mempunyai fitrah yang buruk. Agar fitrah yang buruk tersebut tidak berkembang, maka dibutuhkan proses pendidikan agar fitrah yang baik berkembang dengan baik. Dengan demikian proses pendidikan tersebut harus benar-benar berlandaskan pada tujuan pendidikan yang paling mendasar yaitu pendidikan untuk memanusiakan manusia.

Ketiga adalah konsep rahmah atau kasih sayang, Al-jurajani menyatakan bahwa al rahma hiya iradatu isholu al-khair, artinya kasih sayang adalah segala sesuatu perbuatan yang akan mendatangkan kebaikan. Dengan memberikan kasih sayang maka pada dasarnya seseorang telah mengadakan pendekatan psikologis dalam mendidik anak, karena dengan pendekatan ini anak akan merasa terlindungi dan tenang, dengan demikian anak akan berada pada sebuah kehidupan yang nyaman tanpa ada intimadasi, kekerasan dan lain sebagainya. Sebagai hasilnya anak dapat hidup dan tumbuh kembang di tengah masyarakatnya dengan karakter anak yang kreatif, dan mempunyai sikap self convidance yang tinggi.

Lantas bagaimana pandangan Islam dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan empat prinsip sebagaimana dalam CRC yang telah disebut di atas?.
Hak Hidup, Keberlangsungan Tumbuh Kembang

Dalam pandangan Islam, bahwa hidup adalah pemberian Allah, sebagaimana dikatakan dalam firmannya: Dan sesungguhnya benar-benar Kamilah yang menghidupkan dan mematikan dan Kamilah (pulalah) yang mewarisi (QS. Al-Hijr:23). Ini berarti, bahwa hak hidup, keberlangsungan dan hak perkembangan melekat pada setiap diri anak, dan mutlak adanya sebagai dasar untuk memberikan pemenuhan dan perlindungan atas kehidupan mereka. Tidaklah mengherankan apabila Allah SWT mengecam keras orang-orang yang tidak menghargai hak asasi manusia, misalnya melakukan pembunuhan lebih-lebih pada anak seperti sampai sekarang masih banyak terjadi diberbagai belahan dunia dimana Islam telah menentangnya sejak zaman jahiliyyah. Allah berfirman: Barang siapa yang membunuh jiwa seorang manusia bukan karena pembunuhan dan bukan pula kerana membuat kerusakan di bumi, maka ia seakan membunuh manusia seluruhnya, dan barang siapa menyelamatkan jiwa seorang manusia sekan ia menyelamatkan manusia seluruhnya (QS. Al-Maidah:32).

Anak adalah anugerah dan amanah Allah SWT sebagaimana telah dijelaskan di muka. Anak merupakan kekayaan bagi keluarga dan bangsa, yang memiliki fungsi strategis sebagai pemilik dan penerus generasi di masa yang akan datang. Sebagai pengejawantahan rasa syukur pada Allah SWT, maka hak-hak anak untuk kelangsungan dan perkembangan hidupnya baik secara fisik maupun mental harus di penuhi. Hak kelangsungan hidup anak dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan kasih sayang pada anak, memenuhi kebutuhan hak dasar anak.

Kebutuhan alami seorang anak adalah mendapatkan kasih sayang terutama dari orangtuanya sendiri khususnya ibu. Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang menghalanginya untuk memberikan kasih sayang dan perlindungan kepada anaknya. Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami (HR Abu Daud dan Tirmidzi).



Selain yang tersebut diatas, memenuhi kebutuhan dasar anak demi keberlangsungan dan perkembangan anak, diantaranya adalah kebutuhan sandang, papan dan pangan. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an: Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu (dan anaknya) dengan cara yang ma’ruf (QS.Al-baqarah:233).

Menjamin Perkembangan Anak dapat dilakukan dengan cara mendidik anak. Dengan pendidikan anak dapat berkembang secara sempurna baik pemikiran, maupun sikap dan perilakunya. Pendidikan yang diberikan kepada anak merupakan pendidikan yang bersifat komprehensif, yaitu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan kemampuan intelektual, mental dan spritual. Nabi memerintahkan para orangtua untuk mendidik anak-anaknya sebagaimana disebutkan dalam Hadist: Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka (HR.Abdur Razzaq dan Sa’id bin Mansur).
Non-Diskriminasi

Prinsip non-diskriminasi (non-discrimination) dalam pendidikan anak adalah perlakuan yang tidak membeda-bedakan dalam penyelenggaraan pendidikan anak atas dasar perbedaan asal-usul, suku, agama, ras, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Prinsip ini didasarkan pada pandangan kefitrahan anak, bahwa pada hakekatnya anak dilahirkan sama hak asasinya sebagai makhluk ciptaan Allah. Perbedaan tersebut terjadi semata-mata karena konstruk sosial masyarakat yang mewarnai perjalanan dan perkembangan anak.

Misalnya, pada zaman jahiliyah, anak perempuan tidak diterima sepenuh hati oleh masyarakat secara umum. Al-Qur’an merekam pandangan dan praktek jahiliyah mulai dari yang paling ringan yaitu bermuka masam jika disampaikan berita kelahiran anak perempuan,2 sampai kepada yang paling parah yaitu membunuh bayi-bayi perempuan.3 Terhadap hal ini Al-Qur’an mengecam keras. Kecaman-kecaman itu antara lain dimaksudkan untuk mengantar mereka agar menyadari bahwa kedua jenis kelamin anak masing-masing memiliki keistimewaan4 dan tidaklah yang satu lebih utama dari yang lain.5

Islam sangat tegas dan konsisten dalam menerapkan prinsip non-diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan anak yang ditandai dengan seruan untuk berlaku adil pada anak. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan umat manusia untuk berbuat adil terhadap anak-anak: Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…(Qs. Al-Maidah:8).Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:“…..Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil…. (QS. An-Nisa’:127).

Perintah untuk berlaku adil dan tidak membeda-bedakan anak atas jenis kelaminnya juga di jelaskan dalam beberapa hadist, diantaranya:”Berbuat adillah diantara anak-anakmu, berbuat adillah diantara anak-anakmu, berbuat adillah diantara anak-anakmu” (HR. Ashabus Sunan, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban). Perintah Rasulullah SAW kepada para orangtua untuk berbuat adil terhadap anak-anaknya dilakukan dalam semua pemberian, baik berupa pemberian harta (materi) maupun kasih sayang (immateri). Berikut perintah Nabi Muhammad SAW agar orangtua berbuat adil dalam hal pemberian (materi) terhadap anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda: Samakanlah diantara anak-anak kalian di dalam pemberian (HR.Thabrani).

Dalam hal pemberian kasih sayang (immateri), Nabi Muhammad SAW juga sangat menganjurkan kepada orangtua agar berlaku adil sebagaimana diriwayatkan oleh Anas, bahwa seorang laki-laki berada disisi Rasulullah SAW kemudian datanglah seorang anak laki-lakinya, lalu ia mencium dan mendudukkannya diatas pangkuannya. Setelah itu datanglah puterinya, tidak dipangku sebagaimana anak laki-lakinya, hanya didudukkan di depan Rasulullah SAW. Atas peristiwa itu Rasulullah SAW bersabda: Mengapa engkau tidak menyamakan keduanya?

Hadist ini menunjukkan bahwa perbuatan non-diskriminatif yang harus ditunjukkan oleh orang tua terhadap anak adalah adil secara keseluruhan. Perbuatan adil harus ditunjukkan dalam bentuk pemberian yang dapat dilihat oleh mata atau pemberian yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti perwujudan kasih sayang. Apabila di dalam masyarakat muslim masih terdapat orangtua yang memandang anak wanita lebih rendah daripada anak laki, maka hal ini tentu disebabkan oleh lemahnya iman dan rapuhnya keyakinan. Disamping itu juga disebabkan oleh lingkungan sosial yang rusak yang diserap dari kebiasaan jahiliyah atau tradisi sosial tercela. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehianaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketauhilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (QS. AN-Nahl: 58-59).

Perlakuan diskriminatif terhadap anak dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan kejiwaannya, yaitu munculnya penyakit kejiwaan seperti rendah diri dan hasud. Jika perlakuan tersebut berlangsung terus menerus membuat anak agresif, misalnya suka bertengkar, melukai, bahkan membunuh. Peristiwa pembunuhan Yusuf oleh saudaranya sendiri dapat dijadikan contoh itu. Dalam peristiwa ini disebutkan bahwa Bunyamin dan saudara-saudara yang lainnya makar pada Yusuf, yaitu memasukkan Yusuf ke dalam Sumur semata-mata karena saudara -saudaranya mengalami perlakuan diskriminatif dari ayahnya, Nabi Ya’kub sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an: (Yaitu) ketika mereka berkata: “sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata (QS. Yusuf:8).

Belajar dari pengalaman tersebut dapatlah dikatakan bahwa para orang tua, wali atau siapa saja yang diberi mandat untuk memelihara dan mendidik anak wajib menerapkan prinsip non-diskriminasi dan persamaan didalam pemberian, kecintaan, perlakuan kasih sayang kepada anak-anak, tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan lainnya, antara pria dan wanita. Oleh karena itu dalam pandangan legislasi ditandaskan bahwa perilaku diskriminatif terhadap anak merupakan tindakan tidak saja bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tentu pasti, bahwa orang tua, masyarakat, pemerintah dan negara sebagai penyelenggara perlindungan anak memiliki tanggungjawab dan kewajiban untuk tidak berlaku diskriminatif dalam bentuk apapun.

0 komentar:

Posting Komentar