Pembelajaran Matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Matematika agar Mudah Dipahami Disamping itu proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode “chalk and talk” guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas (Somerset, 1997 dalam Sodikin, 2004:1).
Pembelajaran matematika sering diinterpretasikan sebagai aktivitas utama yang dilakukan guru, yaitu guru mengenalkan materi, mungkin mengajukan satu atau dua pertanyaan, dan meminta siswa yang pasif untuk aktif dengan memulai melengkapi latihan dari buku teks, pelajaran diakhiri dengan pengorganisasian yang baik dan pembelajaran selanjutnya dilakukan dengan sekenario yang serupa.
Kondisi di atas tampak lebih parah pada pembelajaran geometri. Sebagian siswa tidak mengetahui mengapa dan untuk apa mereka belajar konsep-konsep geometri, karena semua yang dipelajari terasa jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Siswa hanya mengenal objek-objek geometri dari apa yang digambar oleh guru di depan papan tulis atau dalam buku paket matematika, dan hampir tidak pernah mendapat kesempatan untuk memanipulasi objek-objek tersebut. Akibatnya banyak siswa yang berpendapat bahwa konsep-konsep geometri sangat sukar dipelajari (Soedjadi, 1991 dalam Sodikin 2004:2).
Pada umumnya, sekelompok siswa beranggapan bahwa mata pelajaran matematika sulit difahami. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, siswa kurang memiliki pengetahuan prasyarat serta kurang mengetahui manfaat pelajaran matematika yang ia pelajari. Kedua, daya abstraksi siswa kurang dalam memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak.
Dalam mengajarkan matematika, Matematika agar Mudah Dipahami sebaiknya diusahakan agar siswa mudah memahami konsep yang ia pelajari, sehingga siswa lebih berminat untuk mempelajarinya. Jika sekiranya diperlukan media atau alat peraga yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika, maka seyogyanya guru menyiapkan media atau alat peraga yang diperlukan.
Dari pengalaman peneliti dalam memberikan pembelajaran matematika kepada siswa selama ini, sebagian besar siswa sulit memahami materi dimensi tiga, khususnya tentang irisan bidang dengan bangun ruang. Meskipun peneliti sudah berupaya membimbing siswa dalam memahami konsep irisan bidang dengan bangun ruang dengan cara menunjukkan sketsa gambar, namun hasil belajar siswa belum sesuai dengan yang diharapkan, yaitu masih banyak siswa yang nilainya kurang dari standar ketuntasan belajar minimal.
Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980:134) menyatakan bahwa setiap konsep matematika dapat difahami dengan mudah apabila kendala utama yang menyebabkan anak sulit memahami dapat dikurangi atau dihilangkan. Dienes berkeyakinan bahwa anak pada umumnya melakukan abstraksi berdasasarkan intuisi dan pengalaman kongkrit, sehingga cara mengajarkan konsep-konsep matematika dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan objek kongkrit. Dengan demikian, dalam mengajarkan matematika perlu adanya benda-benda kongkrit yang merupakan model dari ide-ide matematika, yang selanjutnya disebut sebagai alat peraga sebagai alat bantu pembelajaran. Alat bantu pembelajaran ini digunakan dengan maksud agar anak dapat mengoptimalkan panca inderanya dalam proses pembelajaran, mereka dapat melihat, meraba, mendengar, dan merasakan objek yang sedang dipelajari
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar